April
2015
Selamat
Harinya Kamu
Tiga
tahun Bima lenyap sejak tahun 2011. Tidak ada kabar berita darinya, apalagi
menemukan batang hidungnya. Bima benar-benar hilang. Waktuku ternyata terlalu
berharga jika hanya untuk menunggu postcard
darinya, apalagi untuk beradu mata dengannya. Hari ini tepat usiaku ke 25.
Usiaku memakan seperempat abad. Selamat ulangtahun untukku.
Sebentar,
ada pak pos. Hhhmm....APA POSTCARD
LAGI DARI BIMA!
“Tak ada hari yang tak bahagia di
tanggal 5 April milikmu
Tak ada doa yang tak didengar oleh
Tuhan-mu yang sudah tentu Tuhan-ku juga
Tak ada rasa sayang yang bisa
menghilang karena jarak di antara kita.
Selamat ulangtahun untuk kamu,
kesayanganku.
Selamat harinya kamu.
Percayalah bahwa hari-harimu pasti
lebih baik dari sebelumnya.
Tentu Tuhan mendengar doamu”
Juni 2015
Jatuh Sakit,
bahkan Jatuh Cinta
Dua
bulan setelah ulangtahunku, aku tidak lagi menerima postcard dari Bima. Biarkan, aku tak ada waktu meladeni hantu.
Kesibukanku semakin menggila. Tanganku diinfus dan hidungku dipasang alat bantu
pernapasan, dan tubuhku terbaring di kasur kaku di rumah sakit, karena penyakit
paru-paruku kambuh. Saat aku terbangun, aku sendirian. Tidak ada suster,
dokter, apalagi keluarga. Hanya ada selembar postcard dan tentu dari Bima. Ah...kamu lagi, Bim!
“Aku tahu, tak cukup hanya memberikanmu
segelas air. Kehadiranku tak pernah terlihat oleh kasat matamu yang sedang
terpejam lelah dan tertidur dan saat kamu jatuh sakit mungkin tak akan
semenyebalkan ini. Bukalah matamu, Jika aku sudah tak ada, tak apa. Lekas sembuh
untuk kamu. Oh ya, aku bukan hantu, aku nyata. Aku yang nyata mencintaimu”
Agustus 2015
Garbera
& Level 7
Lelaki itu memang sudah gila. Lelaki
yang dulu sahabatku yang bahkan sudah seperti keluargaku sendiri, katanya
mencintaiku tapi ia tak menampakan sehelai rambut pun padaku. Bima itu lelaki
aneh. Menyatakan cinta ko di postcard.
“Mba Alita, ini ada paket” Pagi ini aku
medapati sebuah paket berbentuk kotak ukurannya tak terlalu besar dan saat aku
buka ada sebuah box kaleng bernuansa shabby
chic yang di dalamnya ada seikat kecil garbera
flower dan tentunya....selembar postcard
lagi. Kasih bunga ko di simpan dalam box. Weird!
“Cara menghabiskan Sabtumu dan Sabtuku
kadang berbeda dan tak selalau beriringan karena bentang jarak.
Kadang perlu sesekali Sabtu bersama
menghalau jarak yang kata menyebalkan.
Katanya, kemana pun kamu pergi aku
ikut. Asalkan sama kamu.
Sabtuku hari ini akan menyenangkan.
Hari Sabtuku memang selalu menyenangkan,
baik bersamamu atau tidak.
Temui aku di Level 7 Jakarta Sabtu ini pukul 7 malam.
Sampai bertemu, Ta.”
Masih Agustus 2015
Apa Kalau Cinta Harus Bicara?
Malam
ini aku akan bertemu lelaki yang sudah aku cari selama 4 tahun. Apa kamu pikir
aku senang? Tidak. Aku bingung. Midi black
bodycon dress dan stiletto shoes yang
aku kenakan hari ini nampaknya membuatku lebih berbeda. Saat lift terbuka
menuju lantai 7 sebuah hotel, ternyata aku disambut oleh seorang greater dengan memberikan seikat bunga.
Kali ini bukan garbera, tetapi sunflower dan tentunya sebuah postcard. Bim, kamu benar-benar ingin membuatku
gila.
“Aku sedang mengukur waktu, tak banyak
yang berubah.
Kamu masih berkulit kecoklatan, gigimu
yang tak rapi masih bergingsul, garis senyum dalam masih masih nampak seperti
kerutan dan potongan rambutmu yang berubah-ubah.
Lalu bagaimana dengan aku? Kamu tidak
akan tahu.
Aku mengenalmu memang tak sebatas
hitungan jari. Aku begitu tahu siapa kamu.”
Bima,
aku anggap kamu benar-benar gila. Kamu nampak sakit jiwa, apa kamu benar jatuh cinta
atau hanya sekadar menjadi hantu penasaran agar aku ketakutan?
Aku
berjalan ke arah yang ditujukan oleh greater.
Di Level 7 ada beberapa spot romantis yang cocok untuk orang berkencan,
tapi...tunggu dulu mengapa greater ini
mengarahkanku ke tempat lain? Aku berjalan mengikutinya dan menaiki lift barang
dan aku berhenti di sebuah rooftop
gedung lantai 44. Tepat di tepian ujung gedung, table setting dan dua kursi yang sudah didekor cantik dengan lilin
dan beberapa taburan bunga white &
peach garbera dan juga berdiri seorang yang tak lain adalah Bima.
Amarah
redam ketika melihat teduh matanya. Mata kita beradu, batang hidungnya nyata,
dan helai rambutnya nampak. Dia hanya tersenyum dan memberikanku sebuah surat
dengan tulisan tangan tegak bersambung berjajar rapi.
Dear Alita,
Empat tahun sudah kamu tak melihatku, tapi aku tidak.
Empat tahun pula kamu tidak berbicara denganku dan aku pun
tidak pernah berbicara lagi.
Kamu boleh marah, aku boleh kamu maki, tapi 1 alasan mengapa
aku selalu memberikanmu postcard.
Kini aku tidak bisa bicara, aku hanya bisa mendengarkan,
melihat, dan menuangkannya pada tulisan. Bahkan memoriku sempat hilang dan aku
sempat lumpuh.
Semuanya berubah ketika aku mengalami kecelakaan saat aku
akan menemuimu di tahun 2012. Saat itu aku berjanji menemuimu di sudut kota
tetapi kecelakaan mobil membuatku mengalami benturan
keras yang membuat pembuluh darahku pecah dan merusak bagian jaringan otak yang
mengatur sistem wicara dan motorik.
Kini aku bukan lagi hantu, aku nyata,
Alita. Aku selalu memerhatikanmu, keluargaku membantuku untuk sembuh agar bisa
menemuimu. Teman-temanmu adalah teman-temanku juga. Aku mengetahui semua kabar
tentangmu dari mereka. Mungkin kamu mengira aku menjalajahi dunia dari gambar
postcard yang aku kirim, tapi tidak Alita. Aku di Jakarta, aku tidak
kemana-mana.
Maafkan aku Alita, aku tak bisa lagi bicara
denganmu, tetapi kamu masih bicara padaku dan aku selalu mendengarkan setiap
kata dari mulutmu baik itu bahagiamu atau keluhanmu. Aku tak akan marah lagi
saat kamu mengeluh, Alita.
Satu lagi, jika aku bisa berbicara kembali. Tahukah apa
kalimat pertama yang akan aku katakan? Aku mencintaimu, Alita.