Thursday, May 21, 2015

Waktu Bima Pulang


April 2015
Selamat Harinya Kamu
Tiga tahun Bima lenyap sejak tahun 2011. Tidak ada kabar berita darinya, apalagi menemukan batang hidungnya. Bima benar-benar hilang. Waktuku ternyata terlalu berharga jika hanya untuk menunggu postcard darinya, apalagi untuk beradu mata dengannya. Hari ini tepat usiaku ke 25. Usiaku memakan seperempat abad. Selamat ulangtahun untukku.
Sebentar, ada pak pos. Hhhmm....APA POSTCARD LAGI DARI BIMA!


“Tak ada hari yang tak bahagia di tanggal 5 April milikmu
Tak ada doa yang tak didengar oleh Tuhan-mu yang sudah tentu Tuhan-ku juga
Tak ada rasa sayang yang bisa menghilang karena jarak di antara kita.
Selamat ulangtahun untuk kamu, kesayanganku.
Selamat harinya kamu.
Percayalah bahwa hari-harimu pasti lebih baik dari sebelumnya.
Tentu Tuhan mendengar doamu”


Juni 2015
Jatuh Sakit, bahkan Jatuh Cinta
Dua bulan setelah ulangtahunku, aku tidak lagi menerima postcard dari Bima. Biarkan, aku tak ada waktu meladeni hantu. Kesibukanku semakin menggila. Tanganku diinfus dan hidungku dipasang alat bantu pernapasan, dan tubuhku terbaring di kasur kaku di rumah sakit, karena penyakit paru-paruku kambuh. Saat aku terbangun, aku sendirian. Tidak ada suster, dokter, apalagi keluarga. Hanya ada selembar postcard dan tentu dari Bima. Ah...kamu lagi, Bim!


“Aku tahu, tak cukup hanya memberikanmu segelas air. Kehadiranku tak pernah terlihat oleh kasat matamu yang sedang terpejam lelah dan tertidur dan saat kamu jatuh sakit mungkin tak akan semenyebalkan ini. Bukalah matamu, Jika aku sudah tak ada, tak apa. Lekas sembuh untuk kamu. Oh ya, aku bukan hantu, aku nyata. Aku yang nyata mencintaimu”

Agustus 2015
Garbera & Level 7
Lelaki itu memang sudah gila. Lelaki yang dulu sahabatku yang bahkan sudah seperti keluargaku sendiri, katanya mencintaiku tapi ia tak menampakan sehelai rambut pun padaku. Bima itu lelaki aneh.  Menyatakan cinta ko di postcard.
“Mba Alita, ini ada paket” Pagi ini aku medapati sebuah paket berbentuk kotak ukurannya tak terlalu besar dan saat aku buka ada sebuah box kaleng bernuansa shabby chic yang di dalamnya ada seikat kecil garbera flower dan tentunya....selembar postcard lagi. Kasih bunga ko di simpan dalam box. Weird!


“Cara menghabiskan Sabtumu dan Sabtuku kadang berbeda dan tak selalau beriringan karena bentang jarak.
Kadang perlu sesekali Sabtu bersama menghalau jarak yang kata menyebalkan.
Katanya, kemana pun kamu pergi aku ikut. Asalkan sama kamu.
Sabtuku hari ini akan menyenangkan.
Hari Sabtuku memang selalu menyenangkan, baik bersamamu atau tidak.
Temui aku di  Level 7 Jakarta Sabtu ini pukul 7 malam.
Sampai bertemu, Ta.”

Masih Agustus 2015
Apa Kalau Cinta Harus Bicara?
Malam ini aku akan bertemu lelaki yang sudah aku cari selama 4 tahun. Apa kamu pikir aku senang? Tidak. Aku bingung. Midi black bodycon dress dan stiletto shoes yang aku kenakan hari ini nampaknya membuatku lebih berbeda. Saat lift terbuka menuju lantai 7 sebuah hotel, ternyata aku disambut oleh seorang greater dengan memberikan seikat bunga. Kali ini bukan garbera, tetapi sunflower dan tentunya sebuah postcard. Bim, kamu benar-benar ingin membuatku gila.

“Aku sedang mengukur waktu, tak banyak yang berubah.
Kamu masih berkulit kecoklatan, gigimu yang tak rapi masih bergingsul, garis senyum dalam masih masih nampak seperti kerutan dan potongan rambutmu yang berubah-ubah.
Lalu bagaimana dengan aku? Kamu tidak akan tahu.
Aku mengenalmu memang tak sebatas hitungan jari. Aku begitu tahu siapa kamu.”

Bima, aku anggap kamu benar-benar gila. Kamu nampak sakit jiwa, apa kamu benar jatuh cinta atau hanya sekadar menjadi hantu penasaran agar aku ketakutan?

Aku berjalan ke arah yang ditujukan oleh greater. Di Level 7 ada beberapa spot romantis yang cocok untuk orang berkencan, tapi...tunggu dulu mengapa greater ini mengarahkanku ke tempat lain? Aku berjalan mengikutinya dan menaiki lift barang dan aku berhenti di sebuah rooftop gedung lantai 44. Tepat di tepian ujung gedung, table setting dan dua kursi yang sudah didekor cantik dengan lilin dan beberapa taburan bunga white & peach garbera dan juga berdiri seorang yang tak lain adalah Bima.



Amarah redam ketika melihat teduh matanya. Mata kita beradu, batang hidungnya nyata, dan helai rambutnya nampak. Dia hanya tersenyum dan memberikanku sebuah surat dengan tulisan tangan tegak bersambung berjajar rapi.

Dear Alita,
Empat tahun sudah kamu tak melihatku, tapi aku tidak.
Empat tahun pula kamu tidak berbicara denganku dan aku pun tidak pernah berbicara lagi.
Kamu boleh marah, aku boleh kamu maki, tapi 1 alasan mengapa aku selalu memberikanmu postcard.
Kini aku tidak bisa bicara, aku hanya bisa mendengarkan, melihat, dan menuangkannya pada tulisan. Bahkan memoriku sempat hilang dan aku sempat lumpuh.
Semuanya berubah ketika aku mengalami kecelakaan saat aku akan menemuimu di tahun 2012. Saat itu aku berjanji menemuimu di sudut kota tetapi kecelakaan mobil membuatku mengalami benturan keras yang membuat pembuluh darahku pecah dan merusak bagian jaringan otak yang mengatur sistem wicara dan motorik.
Kini aku bukan lagi hantu, aku nyata, Alita. Aku selalu memerhatikanmu, keluargaku membantuku untuk sembuh agar bisa menemuimu. Teman-temanmu adalah teman-temanku juga. Aku mengetahui semua kabar tentangmu dari mereka. Mungkin kamu mengira aku menjalajahi dunia dari gambar postcard yang aku kirim, tapi tidak Alita. Aku di Jakarta, aku tidak kemana-mana.
Maafkan aku Alita, aku tak bisa lagi bicara denganmu, tetapi kamu masih bicara padaku dan aku selalu mendengarkan setiap kata dari mulutmu baik itu bahagiamu atau keluhanmu. Aku tak akan marah lagi saat kamu mengeluh, Alita.

Satu lagi, jika aku bisa berbicara kembali. Tahukah apa kalimat pertama yang akan aku katakan? Aku mencintaimu, Alita.