Sunday, August 25, 2013
Saturday, August 24, 2013
How About Sincerity and Foolishness, Guys?
Selasa siang itu, aku berbincang
persoalan hati dengan seorang kawan. Ia mengalami permasalahan hati yang cukup
rumit, ia selalu menjadi seorang ‘sephia’. Jika kamu generasi 90an sejati pasti
tahu lagu yang berjudul ‘sephia’ yang dipopulerkan oleh Sheila On 7. Lagu
tersebut menceritakan tentang seseorang yang menjadi orang ketiga dalam suatu
hubungan, menjadi kekasih kedua tentunya.
Aku sedih melihatnya selalu
menjadi yang kedua. Tak pernah ia menjadi yang pertama. Sungguh menyedihkan
tetapi ia terus bertahan meski ia telah dibohongi oleh kekasihnya bahkan tetap
menyayanginya meskipun ia tahu telah menjadi yang kedua. Apakah itu pertanda
sebuah ketulusan atau kegoblokan?
Hatinya pasti teriris perih tetapi
mungkin tak sebegitu perih karena sudah berkali-kali merasakan menjadi orang
ketiga dalam suatu hubungan. Rasa cinta yang begitu besar ternyata bisa
mematikan logika, semuanya terjadi di luar nalar manusia normal. Menanggapinya
aku hanya bisa berkata padanya ‘kamu goblok!’ memang terdengar sangat jahat
tetapi itu memang adanya. Hal yang sama menyedihkannya ketika seorang kawan
tersebut menanggapi cerita hatiku dan ia pun berkata ‘kamu tolol!’. Dua sahabat
yang bernasib buruk, seorang goblok dan seorang tolol. Complitely. Aku jadi sulit membedakan yang mana ketulusan dan yang
mana ketololan. Tolol dan goblok sama saja.
Ketika kita menyayangi seseorang
dengan berdalih tulus sehingga mengalahkan ego diri sendiri untuk membahagiakan
orang lain, demi melihatnya tersenyum setiap hari, dan menyelamatkan hubungan
agar tiada pertengkaran itu apakah bisa dikatakan sebuah ketulusan? Semakin
lama ketulusan semakin terasa ganjil dan terdengar gamang di telinga. How about sincerity, guys? Jadi tulus
itu apa? Bagaimana?
Karakterku yang tak mau ambil
pusing ketika ada masalah dengan cara mengalah. Siapapun yang salah, baik aku,
kamu, dia, mereka ataupun orang lain lebih baik aku mengalah, meminta maaf, dan
mengakui kesalahan agar suasana kembali menjadi kembali baik seperti semula.
Apa enaknya berada dalam suasana panas akan amarah dan ego satu sama lain? Itu
keadaan yang sangat aku benci. Apakah hal itu bisa dikatakan juga sebuah
ketulusan? Atau kegoblokan?
Ketika tahu bahwa dirinya
dicurangi atau dibohongi tetapi hanya diam saja dan tidak bergerak hanya untuk
menghindari sebuah perpisahan, apakah benar jika merasa tulus menyayangi
seseorang harus tetap bertahan dengan keadaan seperti itu? Entah, semakin tidak
bisa menjawab mengenai definisi sebuah ketulusan.
Dendam, bagiku hal yang sangat
buruk. Ketika hatiku mulai mati rasa terhadapa orang yang terlampau sakit
menyakiti, aku lebih baik tak perlu mengenalnya lagi seumur hidupku hingga
kapanpun. Dendam memang tidak disukai Tuhan, begitu pun aku tetapi bagaimana
lagi jika hati terlampau sakit mau diapakan lagi?
Lupakan soal dendam jika tiada
yang menyakiti. Lakukan saja yang terbaik, jika memang ada rasa sayang yang
mendalam. Mungkin nanti aku dan seorang kawan tersebut bisa menemukan perbedaan
tulus dan goblok. Baik atau buruknya hal yang kita lakukan memang manusia yang
pintar menilai namun Tuhan yang akan membalasnya. Do your best and you’ll get the best.
Sabtu, 24 Agustus 2013
00:34
Monday, August 19, 2013
No Expectations, No Disappointments
Hanya bisa tersenyum kecil simpul. Bukan senyum yang
membahagiakan bukan pula senyum yang biasanya terpasang di bibir. Like a fake smile, no matter. Sometimes as
people, I must hiding a disappointment. Reality so suck and be hurt. Ouch!
Jangan berpikir hidupku sesedih itu. Hidupku segalau itu. Aku
hanya mengekspresikan kekecewaanku seperti ini. Bolehkah aku kecewa? Aku pun
manusia. Bisa kecewa kapan saja. Bisa kecewa karena hal apa saja. Bisa kecewa
karena siapa saja. Bahkan kecewa karena hal yang tidak kita ketahui.
Jangan menggantungkan harapanmu pada manusia, begitulah yuang
pernah dikatakan oleh seseorang. Sepotong kalimat itu ketika dipahami, ternyata
benar. Harapan bukan untuk digantung tetapi harus diraih dan diwujudkan karena
harapan pun butuh kepastian.
No expectations, no
disappointments. Tidak
ada keinginan, tidak ada kekecewaan. Terkadang aku terlalu takut untuk
menghadapi masa depan. Keinginan, harapan dan citaku terlalu tinggi namun aku
membatasinya dengan rasa pesimisku. Bukan seorang yang ambisius membuatku takut
jika ekspektasiku tak tercapai.
Aku ingin seperti ini. Aku ingin seperti itu. Aku ingin dia
melakukan ini. Aku ingin dia melakukan itu. Hal dangkal membuatmu terjebak dalam
labirin keegoisan. Mengalahkan ego diri sendiri itu memang sulit tetapi menahan
diri adalah hal yang lebih sulit.
Jadi, bersiaplah menerima keinginan yang tak selalu sejalan
dengan kenyataan.
Senin,
19 Agustus 2013
17:16
Subscribe to:
Posts (Atom)