Saturday, August 24, 2013

How About Sincerity and Foolishness, Guys?

Selasa siang itu, aku berbincang persoalan hati dengan seorang kawan. Ia mengalami permasalahan hati yang cukup rumit, ia selalu menjadi seorang ‘sephia’. Jika kamu generasi 90an sejati pasti tahu lagu yang berjudul ‘sephia’ yang dipopulerkan oleh Sheila On 7. Lagu tersebut menceritakan tentang seseorang yang menjadi orang ketiga dalam suatu hubungan, menjadi kekasih kedua tentunya.
Aku sedih melihatnya selalu menjadi yang kedua. Tak pernah ia menjadi yang pertama. Sungguh menyedihkan tetapi ia terus bertahan meski ia telah dibohongi oleh kekasihnya bahkan tetap menyayanginya meskipun ia tahu telah menjadi yang kedua. Apakah itu pertanda sebuah ketulusan atau kegoblokan?
Hatinya pasti teriris perih tetapi mungkin tak sebegitu perih karena sudah berkali-kali merasakan menjadi orang ketiga dalam suatu hubungan. Rasa cinta yang begitu besar ternyata bisa mematikan logika, semuanya terjadi di luar nalar manusia normal. Menanggapinya aku hanya bisa berkata padanya ‘kamu goblok!’ memang terdengar sangat jahat tetapi itu memang adanya. Hal yang sama menyedihkannya ketika seorang kawan tersebut menanggapi cerita hatiku dan ia pun berkata ‘kamu tolol!’. Dua sahabat yang bernasib buruk, seorang goblok dan seorang tolol. Complitely. Aku jadi sulit membedakan yang mana ketulusan dan yang mana ketololan. Tolol dan goblok sama saja.
Ketika kita menyayangi seseorang dengan berdalih tulus sehingga mengalahkan ego diri sendiri untuk membahagiakan orang lain, demi melihatnya tersenyum setiap hari, dan menyelamatkan hubungan agar tiada pertengkaran itu apakah bisa dikatakan sebuah ketulusan? Semakin lama ketulusan semakin terasa ganjil dan terdengar gamang di telinga. How about sincerity, guys? Jadi tulus itu apa? Bagaimana?
Karakterku yang tak mau ambil pusing ketika ada masalah dengan cara mengalah. Siapapun yang salah, baik aku, kamu, dia, mereka ataupun orang lain lebih baik aku mengalah, meminta maaf, dan mengakui kesalahan agar suasana kembali menjadi kembali baik seperti semula. Apa enaknya berada dalam suasana panas akan amarah dan ego satu sama lain? Itu keadaan yang sangat aku benci. Apakah hal itu bisa dikatakan juga sebuah ketulusan? Atau kegoblokan?
Ketika tahu bahwa dirinya dicurangi atau dibohongi tetapi hanya diam saja dan tidak bergerak hanya untuk menghindari sebuah perpisahan, apakah benar jika merasa tulus menyayangi seseorang harus tetap bertahan dengan keadaan seperti itu? Entah, semakin tidak bisa menjawab mengenai definisi sebuah ketulusan.
Dendam, bagiku hal yang sangat buruk. Ketika hatiku mulai mati rasa terhadapa orang yang terlampau sakit menyakiti, aku lebih baik tak perlu mengenalnya lagi seumur hidupku hingga kapanpun. Dendam memang tidak disukai Tuhan, begitu pun aku tetapi bagaimana lagi jika hati terlampau sakit mau diapakan lagi?
Lupakan soal dendam jika tiada yang menyakiti. Lakukan saja yang terbaik, jika memang ada rasa sayang yang mendalam. Mungkin nanti aku dan seorang kawan tersebut bisa menemukan perbedaan tulus dan goblok. Baik atau buruknya hal yang kita lakukan memang manusia yang pintar menilai namun Tuhan yang akan membalasnya. Do your best and you’ll get the best.

Sabtu, 24 Agustus 2013

00:34

Monday, August 19, 2013

No Expectations, No Disappointments

Hanya bisa tersenyum kecil simpul. Bukan senyum yang membahagiakan bukan pula senyum yang biasanya terpasang di bibir. Like a fake smile, no matter. Sometimes as people, I must hiding a disappointment. Reality so suck and be hurt. Ouch!
Jangan berpikir hidupku sesedih itu. Hidupku segalau itu. Aku hanya mengekspresikan kekecewaanku seperti ini. Bolehkah aku kecewa? Aku pun manusia. Bisa kecewa kapan saja. Bisa kecewa karena hal apa saja. Bisa kecewa karena siapa saja. Bahkan kecewa karena hal yang tidak kita ketahui.
Jangan menggantungkan harapanmu pada manusia, begitulah yuang pernah dikatakan oleh seseorang. Sepotong kalimat itu ketika dipahami, ternyata benar. Harapan bukan untuk digantung tetapi harus diraih dan diwujudkan karena harapan pun butuh kepastian.
No expectations, no disappointments. Tidak ada keinginan, tidak ada kekecewaan. Terkadang aku terlalu takut untuk menghadapi masa depan. Keinginan, harapan dan citaku terlalu tinggi namun aku membatasinya dengan rasa pesimisku. Bukan seorang yang ambisius membuatku takut jika ekspektasiku tak tercapai.
Aku ingin seperti ini. Aku ingin seperti itu. Aku ingin dia melakukan ini. Aku ingin dia melakukan itu. Hal dangkal membuatmu terjebak dalam labirin keegoisan. Mengalahkan ego diri sendiri itu memang sulit tetapi menahan diri adalah hal yang lebih sulit.
Jadi, bersiaplah menerima keinginan yang tak selalu sejalan dengan kenyataan.

Senin, 19 Agustus 2013

17:16