A confenssion atau sebuah pengakuan. Setelah membaca
trilogi Pengakuan Eks Parasit Lajang
karya Ayu Utami yang merupakan sebuah autobiografi. Ia menuliskannya dengan
berani, lugas dan santai tentang kehidupannya yang pernah mengalami masa-masa ‘kesedihan’
dengan menuliskan tentang sebuah pengakuan hidupnya yang pernah menjadi seorang
perempuan yang ‘tidak menikah’ meskipun pada akhirnya ia menikah juga.
Pengakuannya melepas keperawanan di usia 20 dan menjadi peselingkuh. Bagiku itu
tindakan yang sangat berani namun Ayu tak salah langkah. Dengan melakukan
sebuah pengakuan, mungkin kini hidupnya akan terasa lebih ringan. Bukan
pengakuan dosa biasa yang jemaat kristiani lakukan di gereja melainkan sebuah
pengakuan yang luar biasa.
Perlu
keberanian untuk melakukan sebuah pengakuan. Aku akan melakukannya. Ini hanya
pengakuan biasa bukan pengakuan luar biasa yang dilakukan Ayu Utami. Aku belum
mempunyai tabungan keberanian yang cukup, lagi pula, siapa aku? mengapa aku
harus membuat sebuah pengakuan? Tak juga ada yang peduli aku melakukan sebuah
pengakuan atau tidak. Aku hanya ingin sedikit melepaskan beban dan menghela
nafas panjang.
Pengakuan
pertama, aku bosan bergonta-ganti kekasih. Usiaku baru berjalan menuju tahun ke
23. Namun jumlah angka mantan kekasih hampir menyaingi jumlah usiaku. Apa ini
hal yang biasa atau luar biasa? Semuanya relatif. Terkadang ada rasa iri jika
melihat kawan-kawan sebayaku yang sudah menemukan tambatan hatinya hingga
akhirnya menikah, paling tidak jika belum menikah, mereka berpacaran lama
sekali, ada yang hubungannya hingga memasuki tahun ke 8. Kawan perempuan yang
sebaya dengan usiaku sudah banyak yang naik pelaminan, diantara kawan-kawan
semasa SMP hanya aku yang masih bergelut di bangku kuliah. Ini tidak adil.
Bukan sombong. Bukan menunjukkan bahwa aku ini disukai banyak lelaki. Dalam
setahun aku bisa berganti kekasih hingga 3 kali. Itu konyol dan tolol. Aku
terkadang mengasihani diriku sendiri, apa aku ini gampangan? Tentu tidak. Aku
tidak suka proses panjang yang bertele-tele. Jika mau katakan ‘Ya’ jika tidak
mau katakan ‘tidak’. Aku begini hanya tak ingin menjadi korban pemberian
harapan palsu. Menghindar dari jeratan PHP tidak menentukan nasib hati terluka
lagi atau tidak. Pada akhirnya aku terluka lagi dan lagi. Saat berpacaran 3
tahun, aku diam saja padahal sudah diselingkuhi 2 kali. Mengunggu mantan
kekasih selama hampir setahun hanya untuk ‘balikan’ dan pada akhirnya kandas
juga hanya karena masalah kecil, penantian bodoh. Lima bulan menjalin kasih dan
akhirnya ditinggalkan karena tak tahan dengan sifat burukku, padahal sudah ada
rencana menikah dan masih banyak kesakitan lainnya. Untuk kali ini, aku hanya
ingin satu. Satu tapi pasti. Tak mau lagi merasakan sakit hati berulang-ulang. Bullshit. Eek banteng.
Pengakuan
kedua, aku masih ingin tetap menikah muda. Dulu sejak usia 13 tahun, aku
menginginkan menikah di usia 21 tahun. Namun keinginan itu kandas, kini usiaku
sudah hampir 23 tahun. Di saat usiaku menginjak 20 tahun, ada lelaki yang dulu
berpacaran denganku. Saat usiaku 14, dia berusia 18 tahun. Aku dengannya
berhubungan resmi selama 2 tahun tapi 2 tahun lagi mengambang. Keluargaku
dengannya sudah dekat sekali. Dia menginginkanku kembali tapi aku begitu dingin
padanya. Dia akhirnya memliih bertunangan dengan perempuan lain namun
keinginannya lain, dia ingin tetap menikah denganku. Lelaki itu memintaku
menikah dengannya saat dia sudah bertunangan, dia rela melepaskan tunangannya
demi aku. Aku tidak buta dan tidak kalap mata dengan materi. Meski dia sudah
menjadi pria mapan, penghasilan hampir mencapai angka belasan juta tetapi aku
tidak sampai hati melukai hati tunangannya. Aku menolaknya. Setelah dipikir
lagi, jodoh dan lamaran itu tidak datang 2 kali! Bagaimana ini? Sudahlah,
mungkin caranya harus seperti itu. Biasanya jodoh datang tanpa di duga.
Pertanyaannya, mengapa aku ingin menikah muda? aku hanya ingin dilindungi dan
disayangi, sebagaimana ayah dulu melindungkiku.
Pengakuan
ketiga, aku ingin bisa menjadi lebih dari lelaki. Dari deretan mantan
kekasihku, ada beberapa lelaki dengan title
‘cowok tajir’ atau ‘anak orang kaya’. Aku hanya kebetulan mendapatkan lelaki
seperti itu. Aku tak mencari. Semua lelaki ‘tajir’ yang pernah menjadi
kekasihku, semuanya taik. Mereka menganggap aku berpacaran dengannya hanya
sekedar materi, mereka sering memperlakukanku seenaknya. Dari mulai anak
direktur, bergonta-ganti mobil setiap bertemu hingga lelaki yang isi dompetnya
tak pernah habis, kelakuakan mereka bukan hanya seperti kakus tapi seperti
mulut septic tank, menyebalkan bahkan menjijikan. Tak pernah aku melihat lelaki
dari segi materi. Materi hanya membuatnya gelap mata. Tidak telalu parah jika
lelaki tersebut bergelimang harta karena hasil keringat sendiri tetapi mereka sombong
dengan kekayaan orang tua. Ingatlah, kekayaan akan dikalahkan dengan ketulusan juga
hati yang baik. Aku tak mau terus menerus dipandang rendah oleh lelaki. Yakinlah,
kelak lelaki-lelaki manja yang tajir dan sombong akan jatuh dan mereka akan berada
jauh dibawahku. Aku bisa jauh di atas mereka. Bukan hanya soal materi tetapi harga
diri.
Malam
dengan pengakuan. Semuanya semacam nafas yang tertahan dan akhirnya bisa kembali
berhembus. Semuanya bermula dari sakit hati. Kali ini, tidak akan ada lagi rasa
sakit. A confession can clear up drama, pain
and revenges.
Senin, 29 April 2013
22:40