Friday, May 11, 2012

ANTARA AKU DAN TUAN MAJIKAN


Oh betapa baiknya dia. Dia lelaki yang setia. Tak pernah dia berpaling dari kekasihnya itu.  Meski wanitanya itu tidak begitu cantik bahkan bisa dibilang standar pasar saja. Terkadang aku menyayangkan jika lelaki ini berpacaran dengan wanita ini. Aku bisa melihat wanita ini sangat mencintai lelaki yang sudah aku anggap sebagai sahabatku atau bahkan saudaraku. Bukan aku membela dia tetapi dia memang tampan, berjambang, berpakaian necis dan dia pekerja keras dan lelaki itu bernama Bono. Kekasih Bono yang sekarang ini tidak terlalu cantik bila dibandingkan dengan kekasih-kekasihnya dulu, wanita ini tidak tinggi semampai, rambutnyapun tidak panjang, kulitnya sawo matang dan bentuk badannya agak berisi dan wajahnya pun tidak cantik tapi mungkin sedikit manis, bila aku melihat kekasih Bono, aku seperti melihat pramuniaga di toko obat.
Aku tahu sekali tipe wanita seperti apa yang disukai Bono kebanyakan model, tinggi, langsing, cantik, pandai berdandan dan modis sedangkan wanita ini gaya berpakaian sehari-harinya seperti itu saja kemeja, kaos, jeans dan flat shoes yang tidak ada haknya, tidak terlihat seksi dan membosankan. Apa sih yang dimiliki wanita berpipi seperti bakpau ini? Bisa-bisanya Bono tergila-gila padanya. Jujur saja aku tidak suka padanya.
            Namun suatu ketika saat aku berada di kantor Bono, aku menyaksikan sesuatu yang tidak bisa aku terima.
            “Andin, maafin aku kita gak bisa lagi buat ngelanjutin hubungan ini.” Bono memegang tangan Andin.
            “……” Andin hanya terdiam dan menangisi apa yang dikatakan Bono
            “Tunggu aku tahun depan, aku pasti akan kembali buat kamu sayang” Bono pun ikut menangis.
            “Tapi, aku gak bisa. Aku gak terbiasa buat jauh dari kamu”
            “Din, lihat mata aku. Aku pergi ninggalin kamu bukan untuk cari kesenangan. Aku pergi buat pekerjaan aku, untuk masa depan kita berdua. Belum lagi orangtua aku yang belum nyetujuin hubungan kita. Aku tahu kamu sedih dan akupun berat buat ninggalin kamu tapi aku minta kamu belajar dewasa, kamu harus mengerti posisi aku sekarang. Aku mohon!”
            “….” Andin masih terdiam.
            “Kamu boleh cari lelaki lain, aku ijinin kamu pacaran dengan siapapun selama aku pergi tapi tahun depan saat kita bertemu lagi. Kamu cuma buat aku.”
            “Apa? Kamu tuh cinta sama aku gak sih? Mana bisa aku berpaling dari hati kamu, Bon? Aku cuma cinta sama kamu. Sampai kapanpun dan seberapa lama kamu pergi aku gak bisa berpaling dari kamu. Aku bakal tetap sendiri sampai kamu kembali!”
            Bono dan Andin semakin terlarut dalam suasan haru di hari terakhir mereka bertemu sebelum Bono pergi. Bono pergi untuk bekerja sebagai konsultan keuangan di Singapura yang mengharuskannya tidak pulang selama 1 tahun. Aku ikut menghabiskan malam terakhir ini yang penuh kepiluan. Mereka menangis sepanjang malam. Ah sungguh melankolis. Namun malam itupun malam terakhir pula aku bertemu Bono.
            “Din, aku titip Jecky ya selama aku pergi. Semoga Jecky bisa akrab ya sama kamu sayang” “Jecky, kamu baik-baik ya sama Andin, harus nurut apa kata Andin. Jangan suka ngegonggongin Andin. Jangan nakal!” aku terperangah seperti ditembak mati. Ah tidak! Aku tidak mau hidup selama satu tahun bersama wanita ini. Lebih baik aku mati jadi gelandangan saja dari pada aku harus bersama dia.
            Pada awalnya aku bahagia jika mereka harus berpisah tetapi mengapa aku harus ikut berpisah pula dengan tuan majikanku yang baik hati itu.
            Hari pertama di rumah Andin, aku diberi kamar kecil di taman khusus untuk aku yang seekor anjing ras golden berbulu coklat keemasan. Bila dilihat, Andin cukup mempersiapkan dan menyambutku kedatanganku. Andin yang merupakan mahasiswa tingkat akhir dan sibuk menggeluti skripsi, ia telaten memberiku makan 1 hari 3 kali, membersihkan kandangku dan selalu berusaha membuatku nyaman tinggal bersamanya tetapi tidak tahu mengapa aku masih tidak diberi rasa suka terhadapnya.
            Satu bulan kepergian Bono telah berlalu, aku masih belum akrab dengan Andin. Aku merasa tidak nyaman disini, aku benci dia dan aku tidak ingin hidup bersama dia.
            “Jecky, kita jalan-jalan sore ya. Maaf ya kalau selama ini aku selalu sibuk dan nyuekin kamu” Andin mengelus-ngelus kepalaku sambil mengeluarkanku dari kandang namun aku membalas dengan gonggongan. Gonggongan kebencian.
            Sore itu Andin dengan wajah kelelahan mengajakku jalan-jalan keliling komplek. Inilah kesempatan untuk aku melarikan diri. Andin sedang lengah dan aku tahu dia tidak mengikat tali dengan kencang. Akupun berlari sekencang mungkin meski aku tidak tahu aku akan lari kemana.
            “Jecky…Jecky…Jeckyyyyyyy…!!!” Andin berteriak untuk mengundang perhatian orang-orang sekitar komplek dan mengisyaratkan agar membantunya mengejarku.
Entah Andin mencariku kemana. Langit semakin mendung dan gelap, aku berlari keluar komplek tanpa tujuan sekencang mungkin. Sialnya aku tak tahu aku ada dimana dan hujan mulai turun dengan derasnya. Aku terdampar didepan sebuah toko kain yang sudah tutup. Tidak ada seorangpun yang lewat. Aku yang lelah mencoba untuk tertidur ditemani petir yang menyambar kesana kemari.
Dua hari sudah aku menggelandang di jalanan, buluku yang semula halus dan mengkilap kini menjadi gimbal, kumal dan perutku lapar luar biasa. Oh dimanakah Bono sekarang? Apa jadinya jika ia melihatku seperti gembel. Kalaupun aku harus mencari jalan pulang ke rumah Andin aku tak tahu rumahnya dimana dan akupun tidak tahu apa Andin mencariku atau tidak. Gengsiku terlalu besar jika harus mengemis makanan kepadanya.
Aku meminta makanan ke setiap orang yang melihatku. Tidak ada satupun yang peduli, aku malah diusir bahkan dilempari batu. Ada sedikit penyesalan dalam hati ini. Aku berpetualang hingga memasuki jalan raya yang entah dimana. Hujan kembali turun, aku mencari tempat berteduh. Saat aku mencoba untuk menyebrang tiba-tiba sebuah mobil melaju dengan kencang dan aku tertabrak, kakiku terasa remuk bagai diinjak-injak segerumulan gajah hutan.
“Hallo…anjing manis, kamu sudah sadar ya? Nama kamu Jecky kan?” Seorang pria tampan ada dihadapanku. Siapa dia? Wajah tampannya melebihi Bono. Siapakah dia? Mengapa dia tahu namaku? “Ayo sini manis kamu makan dulu ya”.
Apa? Manis? Ah sudah lama sekali tidak ada yang memanggil manis. Aku makan dengan lahap dengan kakiku yang berbalutkan perban sembari melihat siapa lelaki muda ini? Apakah dia yang menolongku?
Tak lama kemudian lelaki itu memasukkanku ke dalam mobil dan tak lama kemudian aku tiba di rumah seseorang yang aku kenal, Andin. Dia mengetuk pintu sambil menggendongku.
“Maaf, anda cari siapa ya? ” pintu itu dibukakan oleh ayah Andin.
“Saya mau cari pemilik anjing ini, di kalung ini tertera nama alamat jadi saya berniat untuk mengembalikan anjing ini” Ayah Andin mengernyitkan dahi dan sepertinya ia tidak terlalu mengenal aku.
“Silahkan masuk, nak! Saya panggil anak saya dulu ya” “Andin…Andin..cepat kemari”
Andin pun yang memang mempunyai wajah selalu gusar kini wajahnya semakin kusut seperti sudah tidak tidur selama 1 tahun.
“Jeckyyy…!!! Kemana saja kamu? Kenapa kamu pergi? Aku sangat menghawatirkanmu. Kakimu ini kenapa?” Andin memelukku dengan erat hampir-hampir aku tidak bisa bernapas.
“Kemarin saya menemukan anjing manis ini dipinggir jalan saat hujan besar dengan kaki yang bersimbah darah di pinggir jalan, mungkin dia tertabrak mobil tapi saya sudah mengobati luka-lukanya Jecky”
“Terimakasih banyak sudah menolong Jecky, 2 hari kemarin dia kabur dan menghilang. Aku mencarinya sampai aku memampang semua foto Jecky disudut jalan tapi tetap tidak ketemu. Entah bagaimana caranya aku harus membalas pertolonganmu” Andin begitu bahagia saat aku kembali ke rumahnya. Ah paling hanya pura-pura bahagia.
“Tidak apa-apa ini sudah menjadi kewajibanku, saya ini dokter hewan”
            Pembicaraan mereka berlanjut sampai siang hari, mereka mencoba saling mengenal. Lelaki penolong itu bernama Galih, dia seorang dokter hewan yang tampan. Parasnya dewasa dan di sekitar pipinya ditumbuhi jambang tipis. Pantas saja dia bisa dengan telaten merawatku hingga sembuh tetapi ada yang ganjil dari tatapan Galih terhadap Andin, Galih terlihat tertarik pada Andin.
Hari-hari telah berlalu. Ini tepat 8 bulan kepergian Bono. Aku begitu merindukannya. Setiap malam aku selalu termenung memikirkannya disana. Apa dia merindukanku seperti aku merindukannya?. Hubunganku dengan Andin sebetulnya semakin membaik, aku menyerah dengan keadaanku. Aku tak mau melarikan diri lagi, demi Bono aku bertahan di rumah ini. Memang sih Andin memperlakukanku seperti adik kecilnya, dulu setiap harinya aku tidur di kandang atau di taman tapi semenjak aku melarikan diri, Andin memperbolehkanku untuk tidur dikamarnya, bahkan Andin sengaja membelikanku tempat tidur istimewa untukku. Kini aku tahu mengapa Bono sangat mencintai Andin, dia keibuan. Sebetulnya dia itu cantik sih, hanya tinggal direnovasi di salon saja.
Selain hubunganku dengan Andin semakin membaik, semakin lama Galih si dokter hewan itupun semakin dekat dengan Andin, dia jadi sering menyambangi rumah Andien dengan alasan ingin menengokku. Entah mengapa aku jadi tidak menyukai lelaki ini. Hampir satu minggu sekali Galih bertemu Andin. Kadang mereka hanya mengobrol di rumah, mengajakku jalan-jalan sore atau mereka pergi berdua dan akupun tak tahu apa yang mereka lakukan dan bicarakan. Apa yang akan terjadi jika Bono mengetahui ini?. Aku harus mencegahnya, walau bagaimanapun juga Andin adalah orang yang dicintai Bono. Aku tak mau Bono tersakiti.
Memang Andin akrab dengan banyak lelaki tetapi mereka teman-teman Andin, kalaupun datang ke rumah hanya untuk mengerjakan tugas namun aku selalu mengawasinya, kalau sampai ada lelaki yang berbuat macam-macam pada Andin, aku akan menggonggong dan akan menggigitnya.
Suatu sore Andin mengajakku ke petshop untuk memandikanku dan ini hal yang paling menyenangkan bagiku. Tiba-tiba saja good mood-ku hilang, seorang lelaki berperawakan tinggi menghampiri Andin, tak lain itu adalah Galih. Apa yang dia lakukan disini? Seketika aku yang baru saja dimandikan dan belum kering pula bulu-buluku, aku langsung berlari dan melompat menggonggong ke arah Galih. Aku tak suka dia ada disini.
“Jecky….Jecky…gak boleh gitu! Jecky diam! JECKY!!!” Andin marah sambil melototi aku. Baru kali ini Andin marah padaku. Akupun langsung terdiam dan tertunduk lesu tapi mengapa aku jadi sedih seperti ini? Rasanya seperti Bono yang memarahiku.
Ternyata Galih datang untuk menjemputku dan Andin pulang. Saat diperjalanan pulang jalanan macet dan hujan begitu deras. Aku yang duduk dibelakang sendirian hanya bisa mendengarkan mereka berbincang dan mereka tampak semakin akrab, sambil sedikit mengantuk aku mendengar pembicaraan mereka.
“Maaf ya tadi Jecky gonggongin kamu kaya gitu” Andin memulai pembicaraan.
“Iya ga apa-apa kok, mungkin itu tandanya Jecky cemburu liat aku datang jemput kamu” Jawab Galih
“Hahaha…Oh iya maaf juga ya jadi ngerepotin kamu jemput aku sama Jecky”
“Ga usah minta maaf juga Din, gak ngerepotin kok lagian sekalian lewat jalan pulang ke rumah” Andin hanya membalas dengan senyuman.
Saat jalanan macet panjang dan tak ada satupun kendaraan yang bisa bergerak sedikitpun, hujan semakin deras disertai kilat menggelegar.
“Andin…” tiba-tiba saja Galih meraih dan memegang jemari Andin “Sudah hampir 8 bulan kita dekat seperti ini, waktu yang cukup untuk aku mengenalmu lebih dekat, menurutku ini waktu yang tepat dan usia akupun sudah cukup untuk menjalani hubungan serius. Kamupun hanya tinggal 4 bulan lagi untuk wisuda, sekarang aku sudah menemukan siapa wanita yang tepat untukku. Aku mencintaimu, aku menyayangimu dan aku ingin kamu menjalani hubungan istimewa ini denganku. Maukah kamu menjadi pendampingmu hidupku nanti?” Galih menyatakan cinta dan sekaligus langsung melamar Andin sambil membuka kotak perhiasan kecil yang didalamnya ada sebuah cincin yang terlihat mewah. Aku yang sedang mengantukpun tiba-tiba saja terbangun mendengar semua itu, aku yang tidak terima melihat kejadian itu, akupun langsung menggonggong ke arah Galih, sebisa mungkin aku mengonggong sekencang mungkin dan aku menggingit lengan Galih.
Keadaan malam itu jadi kacau. Andin terlihat sangat marah padaku sekaligus kebinggungan entah harus berbuat apa. Belum juga Andin menjawab pernyataan cinta Galih, dengan hujan deras Andin panik dan keluar dari mobil dan membawaku keluar dari mobil. Leherku diikat kencang dan Andin entah membawaku kemana. Galih memanggil Andin, namun Andin seperti tidak mendengar suara apapun. Andin tidak peduli dengan hujan deras yang mengguyurnya, dia sedikit berlari kecil seperti takut Galih mengejarnya.
Dengan berlari cukup kencang dan basah kuyup aku dan Andin tiba di sebuah minimarket 24 jam. Aku lelah begitu pula dengan Andin, nafasnya terengah-engah sambil iba menatapku. Andin mecoba tersenyum pada aku yang tertunduk kelelahan, dia membelikanku air putih dan camilan keripik kentang kesukaanku. Di malam yang dingin itu kami hanya duduk berdua di bangku teras minimarket sambil menatap hujan, tak ada satu orangpun disini. Aku mencoba menghibur Andin yang terlihat meneteskan air matanya dengan bersikap manis dan  menjilati tangannya, berharap dia akan tersenyum dan mengatakan sesuatu.
“Jecky, berapa bulan lagi ya Bono pulang? Aku sudah mulai capek menunggunya tanpa kabar darinya sedkitpun, Bono masih ingat sama kita gak ya? Hmm…Aku tahu kamu gak suka aku dekat dengan Galih, tenang aja Jecky aku gak akan mungkin khianatin Bono, kalaupun aku dekat dengannya aku hanya menganggapnya teman, mungkin Galihnya aja tuh yang kegeeran” Andin mulai tersenyum, dia berbicara padaku seolah-olah dia mengerti apa yang aku rasakan. Aku hanya bisa membalasanya dengan gonggongan. Gonggongan manis.
Andai saja aku bisa berbicara menggunakan bahasa manusia aku ingin mengatakan terimakasih pada Andin sudah bersabar menjaga dan menyayangiku padahal awalnya aku sangat tidak menyukainya dan yang tak aku sangka, Andin tidak mengkhianati Bono meski ada lelaki yang segalanya jauh lebih baik dari Bono dan aku sadar itu.
 Setelah kejadian itu, Andin tak pernah lagi bertemu Galih, yang aku tahu mereka berbincang di telepon, Andin mengatakan keadaan sejujurnya bahwa dia sedang menanti seseorang yang dicintainya. Aku dan Andin sudah seperti aku dan Bono, memang butuh waktu berbulan-bulan untuk dekat dan menyayangi Andin seperti aku menyayangi Bono. Betapa indahnya hidupku.
Sekarang sudah menginjak bulan April dan tinggal beberapa minggu lagi Bono pulang. Aku sangat rindu padanya, apa dia benar-benar akan pulang menemui aku dan Andin? Aku tak yakin, dia tak pernah memberi kabar pada Andin hingga sampai saat ini tapi untuk persiapan menyambut Bono pulang, aku ingin sekali mengajak Andin ke salon untuk mempercantik diri tapi bagaimana caranya? Padahal sekarang Andin terlihat lebih kurus, namanya juga ditinggal pacar ya pasti galau tuh Andin tapi itu sudah menjadi modal awal agar dia bisa terlihat lebih cantik.
Suatu hari Andin mengajakku jalan-jalan pagi keliling komplek dan di ruko depan komplek ada sebuah salon tapi aku tak tahu salon itu bagus atau tidak. Saat Andin lengah memegang tali kekangku, akupun lari dengan kencang ke arah salon, mau tidak mau Andin mengikuti aku berlari.
“Hhhh…salon? Mau apa kamu Jecky kamu mengajak aku kesini” Andin mencoba berbicara dengan nafas yg terengah-engah kelelahan.
Aku membalas dengan menggonggong mengisyaratkan bahwa aku ingin kamu masuk ke salon ini Andin dengan rasa aneh dan terpaksa melihat aku yang mendorong-dorong Andin dengan kepalaku, diapun masuk ke dalam salon.
“Silahkan, mau dipotong? Creambath? Hairspa? Lulur say?” seorang lelaki kemayu menyambut kedatangan aku dan Andin.
“Euh…hmm..apa ya?” Andin sepertinya mulai mengerti apa yang ingin aku katakan. Dia bercermin dan melihat dirinya yang sudah lama tidak mempercantik diri. “Oh iya ini mas aku mau potong rambut tapi di layer aja sih panjangnya jangan dipotong ya”
“Jangan panggil mas dong, panggil aja mba hehe” “sekarang kita lagi ada promo loh say, sekalian aja cuci+potong+blow+colouring+hairmask+facial+lulur cuma 200 ribu aja, mau ya say, lumayan loh ini promonya cuma sampai akhir bulan ini aja”
“Waduh gimana ya, kalo colouring sih aku gak berani, lagian aku juga ga bawa uang segitu mba, Cuma bawa Rp.45.000.”
“Mba rumahnya di deket sini kan? Yo wes gak apa-apa toh kalo kasbon dulu, nanti kesini lagi aja say, kalau colouring nanti aku pilihin warna coklat gelap aja, cocok sama kulit kamu say”
“Hmm..iya boleh deh mba, oh iya ini anjing aku gak apa-apa kan kalo nunggu di dalam?”
“Iya gak apa-apa say, asal jangan berak di tempat keramas aja hahaha”
Akhirnya Andin mengambil promo tersebut dengan sedikit kebingungan, keterpaksaan dan kepasrahaan. Aku menunggu Andin di lantai salon. Cukup lama aku menunggunya sampai-sampai aku ketiduran dan wow! Andin berubah. Andin cocok dengan gaya rambut barunya ini. Bono pasti pangling lihat perubahan Andin.
“Jecky, aku gak pede nih dengan rambut kaya gini. Bono bakalan suka gak ya?” Andin berbicara sambil mengelus kepalaku. Lagi-lagi aku hanya bisa menjawab dengan gonggongan. Aku harap Andin mengerti apa yang aku maksud bahwa aku menyukai perubahannya. Andin semakin cantik.
Bono tak mengatakan kapan tanggal yang tepat dia akan pulang. Selama 1 tahun inipun dia tak pernah memberi kabar padaku dan Andin. Ini tanggal 21 Mei 2012. Tepat 1 tahun Bono meninggalkan Andin dan hari inipun Andin wisuda untuk mendapatkan gelar sarjana teknik industri.
Sejak tadi subuh Andin sudah membenah diri dengan kebaya berwarna biru tosca juga tak lupa dengan konde modern yang bertengger menghiasi kepalanya. Andin terlihat berbeda, ia cantik sekali namun air mukanya menunjukkan ada suatu kesedihan. Bono tak bisa mendampingi Andin wisuda. Andin hanya didampingi kedua orangtuanya. Andai saja aku bisa sehari saja menjadi manusia, aku akan ikut mendampingi Andin wisuda.
Seharian lamanya aku ditinggalkan di rumah sendirian. Keluarga ini pulang pukul 5 sore dan meski Andin telah berwisuda tetapi wajah Andin semakin kusut. Aku datang ke kamar Andin dan sungguh aku tak tega melihatnya, Andin menangis. Air mata terjatuh menuruni pipi merah Andin. Aku berusaha menghiburnya. Aku ikut menemani Andin yang menangis tertelungkup di atas kasur yang masih lengkap dengan make-up juga kebaya yang masih menempel dibadannya.
“Jecky, kenapa Bono gak nepatin janjinya? Padahal aku sudah mengirim email padanya kalau hari ini aku wisuda tapi boro-boro dia datang, membalas emailku saja engga” Andin mencoba berbicara sambil mengelus kepalaku.
Aku tertegun mendengarnya. Aku ingin menagis. Dimana kamu berada tuan majikanku? Nyonya majikan merindukanmu. Aku juga.
TOK..TOK..TOK!!!
Terdengar suara ketukan pintu keras sekali. Siapa yang mengetuk pintu malam hari begini. Waktu sudah menunjukkan pukul 1 malam. Aku yang ikut tertidur bersama Andin mencoba membangunkan Andin dengan menjilati tangannya.
“Jecky, ada apa? Aku ngantuk. Aku capek” Andin berbicara dengan mata yang masih tertutup.
Kembali ketukan pintu itu terdengar berulang-ulang dan cukup keras.
“Siapa? Aku ngantuk nih ah” masih dengan mata tertutup.
Tak ada suara dari balik pintu dan ketukan pintu semakin keras. Andin membuka pintu dengan kesal juga masih dengan rambut berantakan, make-up tak karuan juga kebaya yang masih betah menempel di badan Andin.
“Apa sih? Aku ini capek. Besok lagi aja mah kalau mau ngembaliin kebaya” Andin membuka pintu kamar dengan setengah sadar.
Dan…
HAPPY GRADUATION SAYANG!!!”
“Bono???” Andin sangat terkejut. Ia mencubiti tangannya sendiri dan ia sadar ternyata ini nyata. Pangerannya telah datang menjemputnya dan ini bukan mimpi.
Tanpa berkata apapun lagi, Bono langsung memeluk Andin dengan Erat. Bono menangis. Andin juga menangis. Aku juga ikut menangis terharu melihat mereka berdua. Mereka berpelukan sangat lama.
“Jecky, come on my boy” Bono ternyata masih ingat aku. Bono juga memelukku seperti ia memeluk saudaranya sendiri. Bono semakin gemuk hingga aku sulit bernapas dipeluknya. Penampilannya ikut berubah, ia tampak lebih rapih dan kini dia tak berambut. Botak.
Pukul 2 pagi aku, Andin juga Bono duduk di serambi taman belakang rumah. Kami menghabiskan sisa malam bersama. Aku yang sangat merindukannya tertidur dengan posisi yang sangat manja di atas paha gemuknya Bono. Andin tak henti-hentinya memukul-mukul lengan Bono, ia kesal karena Bono tak datang saat ia wisuda.
“Kamu kenapa sih gak datang sebelum wisuda aja? Kenapa harus jam segini datangnya? Aku kan masih berantakan. Terus kenapa kamu bisa masuk ke rumah aku jam segini? Oh iya kenapa kamu ga pernah kasih aku kabar sih selama setahun ini? Menghilang gitu aja. Terus itu kenapa rambut kamu jadi botak?” Andin tidak hentinya menghujam Bono dengan cercaan berbagai macam pertanyaan.
“Kamu ko jadi cerewet sih sekarang? Begini, kenapa aku datang jam segini. Aku sebelumnya sangat minta maaf sama kamu sayang, pesawatku delay karena cuaca buruk padahal sudah rencana sama orangtuamu aku mau datang ke kampus buat dampingin kamu wisuda jadi aku baru bisa datang jam segini. Lihat, barang-barang bawaan akupun masih disini dan aku belum pulang ke rumah” Aku dan Andin menyimak dengan serius penjelasan Bono. ”Lalu, kenapa aku gak pernah kasih kamu kabar, itu karena aku gak mau mengganggu kamu skripsi dan aku gak mau ikut terbebani menunggu aku pulang dan kenapa rambutku sekarang jadi botak? Karena di Singapur itu rambut botak lagi ngetrend.” Jawab Bono santai dengan percaya diri. Percaya diri dengan kepala yang tak berambut.
Andin bengong mendengar semua penjelasan Bono.
“Tapi kamu pernah mikirin perasaan aku? Kamu tuh pernah mikirin apa yang terjadi sama Jecky selama ini sih? Terus memangnya kamu gak takut aku berpaling laki-laki lain? Atau jangan-jangan kamu yang sudah punya pacar disana? Atau mungkin kam..” telunjuk Bono menutup mulut Andin yang terus berbicara. Bono mengelus tangan Andin
“Terimakasih banyak kamu sudah menjaga Jecky dengan baik dan aku bahagia, akhirnya Jecky bisa bersahabat dengan kamu sayang” “Aku percaya sama kamu, apapun yang terjadi, kamu pasti bakal kembali sama aku”
Andin kembali tertegun dan terlihat sedang menahan tangis.
“Oh iya sayang, ini oleh-oleh buat kamu, coba buka deh”
“Ini isinya apa? Ko gede banget?”
“Gak usah banyak komentar, coba buka pelan-pelan”
Andin membuka sebuah kotak berukuran kardus televise 14” yang dibungkus dengan kertas kado berwarna marun. Isi kotak itu berlapis-lapis. Ada 5 kotak di dalamnya yang harus Andin buka perlahan”
“Sayang, ko gak habis-habis ini kotak? Memangnya kamu bawa oleh-oleh apa sih?”
“Kamu cerewet ya!” Bono mencubit pipi Andin dengan gemas.
Kotak terakhir, masih dengan dibungkur kertas berwarna marun dan Andin perlahan membuka sebuah buku yang berbentuk seperti majalah dan setiap lembaran berisikan foto-foto mereka dari awal bertemu hingga terakhir pertemuan mereka. Tentu saja ada fotoku juga. Bukan hanya lembaran foto tetapi juga ada lembaran ‘diary’ Bono tentang hubungannya dengan Andin yang berbentuk seperti cerbung (cerita bersambung).
Air mata Andin tak terbendung lagi, Andin menangis hingga matanya sembab tak karuan.
“Jangan nangis gitu dong sayang” Bono mengusap air mata Andin
“Terimakasih banyak untuk semuanya sayang, ternyata penantian aku selama ini gak sia-sia.”
“Buka halaman terakhirnya dulu”
Di halaman terakhir buku itu terdapat rangkaian kata maukah kau menikah denganku? Bukalah kotak terkecil untuk menjawabnya. Tanpa berkata Andin langsung mencari kotak terkecil tersebut. Kotak tersebut berisi 2 kalung untukku. Kalung yang satu berwarna merah dengan gantungan berukiran namaku ‘Jecky’ dan kalung yang satu lagi berwarna hitam dengan gantungan tak berukiran.
“Jika kamu jawab iya, kalungkan yang berwarnah merah pada Jecky. Jika tidak, kalungkan yang warna hitam”
Belum pula Andin menjawab dia akan memberikanku kalung yang mana, dengan sigap tanpa membuang waktu aku langsung menggigit kalung berwarna merah, mengisyaratkan pada mereka bahwa aku siap memiliki nyonya majikan yang sangat setia untuk tuan majikanku yang sangat mencintainya.
“Aku cinta kamu”

Reslyana Malida
Bandung, Desember 2011 –  9 Mei 2012

Monday, May 7, 2012

Tertinggalnya Kado Ulangtahun untuk Kamu


Hello,
jauh sebelum ulangtahun kamu yang ke 26 di tanggal 3 Januari 2012 kemarin, aku sudah membuatkan sesuatu loh buat kamu tapi aku cukup tidak percaya diri dengan memberikan lembaran-lembaran hasil karya sendiri yang dibikin di coreldraw. Kebanggan tersendiri karena aku baru bisa corel haha cukup norak.
Mungkin kaos kaki pierre cardin hitam itu sekarang sudah kedodoran tapi simpan ya terus peluk-peluk sambil dibawa tidur hihi.
Ini mungkin kado ulangtahun yang tertinggal dan gak mungkin bisa hilang @tonnyjanuardi :)

Thursday, May 3, 2012

Salah

“Tuhan ..
Maafkan aku untuk cara yang salah dalam menjalani hidup, aku hanya ingin membuktikan kepada mereka bahwa aku ini hidup bukan karena kesalahan”


(old posting on http://reslyanamalida.blogspot.com/2010/01/salah.html)