Tuesday, August 12, 2014

The Survival Guides of Long Distance Relationship


Maybe, it’s not the distance that’s the problem, but how you handle it.” – David Leviathan (Dash & Lily’s Book of Dares)

“Kamu gak bosen LDR-an melulu?”
“Kamu yakin disana dia setia sama kamu?”
“Biasanya yang LDR-an itu gak bertahan lama, lho!”
“Lo tuh kayak gak laku di kota lo sendiri, kayak gak ada cowok lain aja”.
“Kalau LDR gak usah terlalu percaya sama pacar, gak mungkin lah disana dia gak ngapa-ngapain”

Asam garam hubungan jarak jauh sudah biasa aku telan bulat-bulat. Kata-kata sarkas seperti itu bagiku hal yang sangat biasa. Logikanya, ya mana ada sih orang yang mau relationship-nya terhambat sama jarak?

Kenyataannya memang LDR adalah jenis relationship yang paling sulit dijalani selain backstreet. Setidaknya, backstreet masih bisa bertatap muka walaupun harus secara diam-diam. Nah, kalau LDR? Bisa saja tatap muka tetapi hanya melalui video call, webcam, or skype.

Terpisahnya jarak, perbedaan waktu, dan intensitas pertemuan yang minim memang menjadi masalah tersendiri dalam menjalani LDR. Belum lagi rasa percaya yang tiba-tiba luntur karena pasangan yang jarang memberi kabar, sehingga meninbulkan rasa curiga yang berlebihan. Kadang-kadang merasa blind jealousy alias cemburu buta. Jika blind jealousy sulit dikendalikan, salah satunya bisa menjadi seorang posesif dan itu sangat membahayakan. So, create your trust to avoid temptations!

Communicate in some way every day, more than once if possible. Jarak Balikpapan – Jakarta bukan jarak yang dekat. Bagiku, komunikasi yang tak putus adalah penyelamat LDR. Saking tak pernah putusnya, saat bekerja kita masih sempat mengobrol via telepon sambil mengerjakan pekerjaan kita masing-masing di jam kerja. Namun, jika kita sedang benar-benar sibuk, setidaknya salah satu di antara kita akan mengabari bahwa benar-benar sedang sulit untuk memberi kabar. Intinya, do your best to maintain communication, even if one of you gets busier than the other.

LDR membutuhkan pengorbanan dari keduabelah pihak, tapi bukan juga mengorbankan prioritas, misalnya soal pekerjaan. Pernahkah berpikir untuk mendekatkan jarak? Dengan risiko kehilangan pekerjaan dan harus mencari pekerjaan baru lagi. Jika pasanganmu tidak benar-benar serius dan tidak bisa meyakinkanmu, lebih baik pikirkan kembali. Berdasarkan berbagai pengalaman dari beberapa teman, mendekatkan jarak belum tentu bisa menyelamatkan LDR jika salah satunya memang tidak serius dalam menjalani hubungan bahkan bisa kandas di tengah jalan. Namun, jika pasanganmu benar-benar bisa meyakinkanmu atau bahkan dealing commitment ke arah yang lebih serius, why not!

Setiap hubungan memang membutuhkan perhatian, namun untuk LDR harus lebih banyak perjuangannya. Sangat sulit membaca perasaan pasangan ketika sedang berjarak. Itulah sebabnya, mengapa pelaku LDR harus sama-sama berjuang agar bisa tetap bertahan. Jika hanya salah satu saja yang memperjuangkan, tentu hubungan akan pincang dan tidak bisa berjalan dengan baik atau bahkan bisa kandas.

Sesungguhnya, hanya 1 masalah LDR yaitu jarak. Terpisahnya jarak menimbulkan rasa rindu. Cara menyelesaikannya adalah bertemu. LDR bisa membuatmu lebih menghargai jarak dan waktu, seperti kata Fiersa Besari, “aku berterimakasih pada jarak, karenanya kita saling merindu. Aku berterimakasih pada waktu, karenanya kita menghargai setiap perjumpaan”.

Bandung, 12 Agustus 2014
19:27