Friday, January 3, 2014

Jebakan Sebuah Pertemuan

Prolog:
Adegan-adegan film kemarin malam hanya mampu melintas melewati mataku sebentar. Mataku, telingaku, dan tubuhku ada disana tetapi pikiranku berlari menjauh darinya. Memikirkan dia yang terlanjur datang dan menabur kepiluan. 

Pertemuan pertama, hanya tawaan kecil dan tatapan manis yang aku lihat darinya. Menebar sebuah kisah baik agar telihat hebat di mata lawan jenis. Kemungkinan hanya sebuah kisah fiktif agar aku terpana. Ia berbagi banyak cerita tentang yang baik darinya, meski yang buruk lupa untuk ia bagi. Aku bercermin, aku sedang tersenyum simpul malu-malu.
Pertemuan kedua, sebuah pertemuan yang dinantikan. Mungkin ia berpikir, apakah aku masih memesona seperti pertemuan pertama atau tidak. Jika tidak, mungkin akan dilepaskan hari ini atau malah akan diikat jika masih terlihat memikat. Begitulah laki-laki. Mereka mempunyai takdir yang diinginkan perempuan, yaitu menentukan sebuah akhir. Jujur saja, aku terjebak di pertemuan kedua. Tak ada yang bisa aku lakukan. Diam lalu tersenyum tanpa memberikan kepastian yang jelas tetapi ia dengan yakin mengiyakan sebuah pernyataan dari dirinya sendiri.
Pertemuan ketiga, keempat, kelima dan pertemuan lainnya menjadi pertemuan yang menggebu namun hambar. Ketika rasa itu muncul, ia mulai meredamkannya tanpa ia sadari. Jika sebuah tanya mengenai persoalan rasa, tawaan kecil dan tatapan manis berubah menjadi tawaan menyebalkan dan tatapan malas. Entahlah terbuat dari apa hati mereka, hati laki-laki. Mungkin terbuat dari pasir.
Aku merasa dijebak. Entah siapa yang merencanakan penjebakan. Mungkin saja laki-laki berhati pasir itu mencoba menjebakku dan mencoba mengambil keuntungan dari sebuah pertemuan. Ah...kebanyakan laki-laki yang pernah terjebak dalam sebuah pertemuan denganku memang berhati pasir, rasa dan janji mereka tak pernah bisa digenggam dan disimpan. Tetapi....nanti dulu! Kebanyakan laki-laki? Mana mungkin satu perempuan berotak waras bisa terjebak dalam belasan pertemuan dengan lawan jenis? Aku jadi meragukan diriku sendiri. Sesungguhnya aku ini perempuan seperti apa? Apakah aku perempuan berotak tak waras yang berhati pasir? Kemungkinan... iya.

Karena jika pasir bertemu dengan pasir, mereka tak bisa digenggam. Mereka bisa menyatu namun pada akhirnya mereka akan melebur kemudian jatuh dan berpisah.

1 Januari 2014
00:20