Monday, October 20, 2014

Mencari Bima



Februari 2011
Pundak Bima
 
Seberapa langkah kamu berjalan, semuanya akan tetap sama jika kamu tetap memilih berjalan melawan arah. Arah jalanmu salah sayang, kamu masih berjalan ke belakang. Gapailah tanganku, raih pundakku jangan sampai lepas. Jangan kamu melepaskannya lagi."
Begitu isi postcard dari Bima yang ia kirim jauh dari sana. Ya, dari jauh sana. Terlalu sering aku merengek dan mengeluh padanya. Bahkan makian sudah habis keluar daru mulutku, namun dirinya masih mempersilahkanku untuk bersandar di bahunya. Hingga kini, ia tak pernah pulang. Hanya ribuan kata di selembaran kertas yang ia nampakkan. Pulanglah, Bim. Aku sudah tak salah arah jalan lagi.

Agustus 2012
Sebuah Peluk
 
Duduklah sebentar, bahu yang dulu pernah menjadi tempatmu berkelu masih membutuhkan pelukmu” 
Di dalam suratnya, hari ini Bima berjanji akan menemuiku di sebuah sudut tepian kota. Tempat biasa kami bersua dulu. Setiap sudut adalah tawa renyah bagiku. Ia tak pernah mengeluh hanya aku yang berkelu. Memeluknya berarti suatu kesembuhan bagiku. Entah baginya, hidupnya nampak selalu tak terbebani. Sore berganti malam, tak ada kehadirannya. Bim, aku masih disini.

November 2012
Surat balasan
No deafining silence, no wave tears, no memories, and no your absence. Again
Tak ada salahnya aku membalas surat dari Bima, begitu berat untuk menuliskan setiap kata. Aku mencoba mengirimkan pada alamat yang pernah ia cantumkan di dalam suratnya. Namun, semenjak itu pernah ada surat balasan darinya. Bim... sebenarnya kamu ini ada belahan dunia sebelah mana?
Desember 2013
Kembali
 http://www.coasttocoastam.com/cimages/var/ezwebin_site/storage/images/coast-to-coast/repository/photos/painting-egypt-deja-vu/582396-1-eng-US/Painting-Egypt-Deja-Vu_photo_medium.jpg
Bukankah kita pernah saling meraih pundak tanpa perlu banyak alasan? Alasannya, pundakmu kini sudah ia singgahi, lagi
Malam berganti pagi. Bulan berganti matahari. Tahun ke tahun begitu saja terlewati. Cinta melintas bergantian tanpa adanya rasa. Postcard bergambarkan date palm fruit diletakkan rapi di atas meja kerjaku. Dari Bima! Oh..selama ini ia menghilang mungkin sedang menggali piramid dan mencari mumi. Senyum simpul mengembang. Ta...ta...tapi tunggu dulu, mengapa ia tahu aku kembali pada kekasihku dulu?

Januari 2014
Mendekatkan jarak
 
Bisakah kamu ikut menepi di ujung langit bersama matahari? Agar jarak terasa hanya sejengakalan jari
Aku sudah tak tahan lagi. Sebulan lalu Bima mengirimkan post card bergambarkan pohon kurma dan sekarang ia mengirimkan postcard bergambarkan Candi Borobudur. Aku harus mencarinya. Bim, kamu jangan coba main-main denganku apalagi dengan jarak. Waktu tidak bisa menunggu.

Februari 2014
Bicara soal waktu
Waktu mudah berubah bergerak sesukanya, begitu pula kamu dan aku tidak
Pencarianku tidak bisa sampai disini. Bima like a ghost.  Ia bisa menguntitku kapan saja, ia selalu tahu apa yang terjadi denganku. Bima terlalu mengenal diriku dan salahnya aku tak paham dengan kehidupannya. Jogjakarta terlalu luas ternyata bagimu yang sedang mencari 1 manusia di antara ribuan napas. Surat terakhir Bima, ia berbicara soal waktu. Apa yang harus aku lakukan agar kamu pulang, Bim? Kamu salah, Bim. Aku masih seperti ini, hanya usiaku yang menua dan kerutan di wajahku semakin menebal.