Februari 2011
Pundak Bima
Begitu isi postcard dari Bima
yang ia kirim jauh dari sana. Ya, dari jauh sana. Terlalu sering aku merengek
dan mengeluh padanya. Bahkan makian sudah habis keluar daru mulutku, namun
dirinya masih mempersilahkanku untuk bersandar di bahunya. Hingga kini, ia tak
pernah pulang. Hanya ribuan kata di selembaran kertas yang ia nampakkan.
Pulanglah, Bim. Aku sudah tak salah arah jalan lagi.
Agustus 2012
Sebuah Peluk
Di dalam suratnya, hari ini Bima berjanji akan menemuiku di sebuah sudut
tepian kota. Tempat biasa kami bersua dulu. Setiap sudut adalah tawa renyah
bagiku. Ia tak pernah mengeluh hanya aku yang berkelu. Memeluknya berarti suatu
kesembuhan bagiku. Entah baginya, hidupnya nampak selalu tak terbebani. Sore
berganti malam, tak ada kehadirannya. Bim, aku masih disini.
November 2012
Surat balasan
“No deafining silence, no wave tears,
no memories, and no your absence. Again”
Desember 2013
Kembali
Malam berganti pagi. Bulan berganti matahari. Tahun ke tahun begitu saja
terlewati. Cinta melintas bergantian tanpa adanya rasa. Postcard bergambarkan date palm
fruit diletakkan rapi di atas meja kerjaku. Dari Bima! Oh..selama ini ia
menghilang mungkin sedang menggali piramid dan mencari mumi. Senyum simpul
mengembang. Ta...ta...tapi tunggu dulu, mengapa ia tahu aku kembali pada
kekasihku dulu?
Januari 2014
Mendekatkan jarak
Aku sudah tak tahan lagi. Sebulan lalu Bima mengirimkan post card bergambarkan pohon kurma dan
sekarang ia mengirimkan postcard
bergambarkan Candi Borobudur. Aku harus mencarinya. Bim, kamu jangan coba
main-main denganku apalagi dengan jarak. Waktu tidak bisa menunggu.
Februari 2014
Bicara soal waktu
“Waktu mudah berubah bergerak
sesukanya, begitu pula kamu dan aku tidak”
Pencarianku tidak bisa sampai disini. Bima like a ghost. Ia bisa
menguntitku kapan saja, ia selalu tahu apa yang terjadi denganku. Bima terlalu
mengenal diriku dan salahnya aku tak paham dengan kehidupannya. Jogjakarta terlalu
luas ternyata bagimu yang sedang mencari 1 manusia di antara ribuan napas.
Surat terakhir Bima, ia berbicara soal waktu. Apa yang harus aku lakukan agar
kamu pulang, Bim? Kamu salah, Bim. Aku masih seperti ini, hanya usiaku yang
menua dan kerutan di wajahku semakin menebal.