Oh betapa baiknya dia.
Dia lelaki yang setia. Tak pernah dia berpaling dari kekasihnya itu. Meski wanitanya itu tidak begitu cantik
bahkan bisa dibilang standar pasar saja. Terkadang aku menyayangkan jika lelaki
ini berpacaran dengan wanita ini. Aku bisa melihat wanita ini sangat mencintai lelaki
yang sudah aku anggap sebagai sahabatku atau bahkan saudaraku. Bukan aku
membela dia tetapi dia memang tampan, berjambang, berpakaian necis dan dia pekerja keras dan lelaki itu
bernama Bono. Kekasih Bono yang sekarang ini tidak terlalu cantik bila
dibandingkan dengan kekasih-kekasihnya dulu, wanita ini tidak tinggi semampai,
rambutnyapun tidak panjang, kulitnya sawo matang dan bentuk badannya agak berisi
dan wajahnya pun tidak cantik tapi mungkin sedikit manis, bila aku melihat
kekasih Bono, aku seperti melihat pramuniaga di toko obat.
Aku tahu sekali tipe
wanita seperti apa yang disukai Bono kebanyakan model, tinggi, langsing,
cantik, pandai berdandan dan modis sedangkan wanita ini gaya berpakaian
sehari-harinya seperti itu saja kemeja, kaos, jeans dan flat shoes yang tidak ada haknya, tidak terlihat seksi dan
membosankan. Apa sih yang dimiliki
wanita berpipi seperti bakpau ini? Bisa-bisanya Bono tergila-gila padanya.
Jujur saja aku tidak suka padanya.
Namun
suatu ketika saat aku berada di kantor Bono, aku menyaksikan sesuatu yang tidak
bisa aku terima.
“Andin,
maafin aku kita gak bisa lagi buat ngelanjutin hubungan ini.” Bono memegang
tangan Andin.
“……”
Andin hanya terdiam dan menangisi apa yang dikatakan Bono
“Tunggu
aku tahun depan, aku pasti akan kembali buat kamu sayang” Bono pun ikut
menangis.
“Tapi,
aku gak bisa. Aku gak terbiasa buat jauh dari kamu”
“Din,
lihat mata aku. Aku pergi ninggalin kamu bukan untuk cari kesenangan. Aku pergi
buat pekerjaan aku, untuk masa depan kita berdua. Belum lagi orangtua aku yang
belum nyetujuin hubungan kita. Aku tahu kamu sedih dan akupun berat buat ninggalin
kamu tapi aku minta kamu belajar dewasa, kamu harus mengerti posisi aku
sekarang. Aku mohon!”
“….”
Andin masih terdiam.
“Kamu
boleh cari lelaki lain, aku ijinin kamu pacaran dengan siapapun selama aku
pergi tapi tahun depan saat kita bertemu lagi. Kamu cuma buat aku.”
“Apa?
Kamu tuh cinta sama aku gak sih? Mana bisa aku berpaling dari hati kamu, Bon?
Aku cuma cinta sama kamu. Sampai kapanpun dan seberapa lama kamu pergi aku gak
bisa berpaling dari kamu. Aku bakal tetap sendiri sampai kamu kembali!”
Bono
dan Andin semakin terlarut dalam suasan haru di hari terakhir mereka bertemu
sebelum Bono pergi. Bono pergi untuk bekerja sebagai konsultan keuangan di Singapura
yang mengharuskannya tidak pulang selama 1 tahun. Aku ikut menghabiskan malam
terakhir ini yang penuh kepiluan. Mereka menangis sepanjang malam. Ah sungguh
melankolis. Namun malam itupun malam terakhir pula aku bertemu Bono.
“Din,
aku titip Jecky ya selama aku pergi. Semoga Jecky bisa akrab ya sama kamu
sayang” “Jecky, kamu baik-baik ya sama Andin, harus nurut apa kata Andin.
Jangan suka ngegonggongin Andin. Jangan nakal!” aku terperangah seperti ditembak
mati. Ah tidak! Aku tidak mau hidup selama satu tahun bersama wanita ini. Lebih
baik aku mati jadi gelandangan saja dari pada aku harus bersama dia.
Pada
awalnya aku bahagia jika mereka harus berpisah tetapi mengapa aku harus ikut
berpisah pula dengan tuan majikanku yang baik hati itu.
Hari
pertama di rumah Andin, aku diberi kamar kecil di taman khusus untuk aku yang
seekor anjing ras golden berbulu coklat keemasan. Bila dilihat, Andin cukup
mempersiapkan dan menyambutku kedatanganku. Andin yang merupakan mahasiswa
tingkat akhir dan sibuk menggeluti skripsi, ia telaten memberiku makan 1 hari 3
kali, membersihkan kandangku dan selalu berusaha membuatku nyaman tinggal
bersamanya tetapi tidak tahu mengapa aku masih tidak diberi rasa suka
terhadapnya.
Satu
bulan kepergian Bono telah berlalu, aku masih belum akrab dengan Andin. Aku
merasa tidak nyaman disini, aku benci dia dan aku tidak ingin hidup bersama
dia.
“Jecky,
kita jalan-jalan sore ya. Maaf ya kalau selama ini aku selalu sibuk dan nyuekin
kamu” Andin mengelus-ngelus kepalaku sambil mengeluarkanku dari kandang namun
aku membalas dengan gonggongan. Gonggongan kebencian.
Sore
itu Andin dengan wajah kelelahan mengajakku jalan-jalan keliling komplek.
Inilah kesempatan untuk aku melarikan diri. Andin sedang lengah dan aku tahu
dia tidak mengikat tali dengan kencang. Akupun berlari sekencang mungkin meski
aku tidak tahu aku akan lari kemana.
“Jecky…Jecky…Jeckyyyyyyy…!!!”
Andin berteriak untuk mengundang perhatian orang-orang sekitar komplek dan mengisyaratkan
agar membantunya mengejarku.
Entah Andin mencariku
kemana. Langit semakin mendung dan gelap, aku berlari keluar komplek tanpa
tujuan sekencang mungkin. Sialnya aku tak tahu aku ada dimana dan hujan mulai
turun dengan derasnya. Aku terdampar didepan sebuah toko kain yang sudah tutup.
Tidak ada seorangpun yang lewat. Aku yang lelah mencoba untuk tertidur ditemani
petir yang menyambar kesana kemari.
Dua hari sudah aku
menggelandang di jalanan, buluku yang semula halus dan mengkilap kini menjadi gimbal,
kumal dan perutku lapar luar biasa. Oh dimanakah Bono sekarang? Apa jadinya
jika ia melihatku seperti gembel. Kalaupun aku harus mencari jalan pulang ke
rumah Andin aku tak tahu rumahnya dimana dan akupun tidak tahu apa Andin
mencariku atau tidak. Gengsiku terlalu besar jika harus mengemis makanan
kepadanya.
Aku meminta makanan ke
setiap orang yang melihatku. Tidak ada satupun yang peduli, aku malah diusir
bahkan dilempari batu. Ada sedikit penyesalan dalam hati ini. Aku berpetualang
hingga memasuki jalan raya yang entah dimana. Hujan kembali turun, aku mencari
tempat berteduh. Saat aku mencoba untuk menyebrang tiba-tiba sebuah mobil
melaju dengan kencang dan aku tertabrak, kakiku terasa remuk bagai
diinjak-injak segerumulan gajah hutan.
“Hallo…anjing manis,
kamu sudah sadar ya? Nama kamu Jecky kan?” Seorang pria tampan ada dihadapanku.
Siapa dia? Wajah tampannya melebihi Bono. Siapakah dia? Mengapa dia tahu
namaku? “Ayo sini manis kamu makan dulu ya”.
Apa? Manis? Ah sudah
lama sekali tidak ada yang memanggil manis. Aku makan dengan lahap dengan
kakiku yang berbalutkan perban sembari melihat siapa lelaki muda ini? Apakah
dia yang menolongku?
Tak lama kemudian lelaki
itu memasukkanku ke dalam mobil dan tak lama kemudian aku tiba di rumah
seseorang yang aku kenal, Andin. Dia mengetuk pintu sambil menggendongku.
“Maaf, anda cari siapa
ya? ” pintu itu dibukakan oleh ayah Andin.
“Saya mau cari pemilik
anjing ini, di kalung ini tertera nama alamat jadi saya berniat untuk
mengembalikan anjing ini” Ayah Andin mengernyitkan dahi dan sepertinya ia tidak
terlalu mengenal aku.
“Silahkan masuk, nak!
Saya panggil anak saya dulu ya” “Andin…Andin..cepat kemari”
Andin pun yang memang
mempunyai wajah selalu gusar kini wajahnya semakin kusut seperti sudah tidak
tidur selama 1 tahun.
“Jeckyyy…!!! Kemana
saja kamu? Kenapa kamu pergi? Aku sangat menghawatirkanmu. Kakimu ini kenapa?”
Andin memelukku dengan erat hampir-hampir aku tidak bisa bernapas.
“Kemarin saya menemukan
anjing manis ini dipinggir jalan saat hujan besar dengan kaki yang bersimbah
darah di pinggir jalan, mungkin dia tertabrak mobil tapi saya sudah mengobati
luka-lukanya Jecky”
“Terimakasih banyak
sudah menolong Jecky, 2 hari kemarin dia kabur dan menghilang. Aku mencarinya
sampai aku memampang semua foto Jecky disudut jalan tapi tetap tidak ketemu. Entah
bagaimana caranya aku harus membalas pertolonganmu” Andin begitu bahagia saat
aku kembali ke rumahnya. Ah paling hanya pura-pura bahagia.
“Tidak apa-apa ini
sudah menjadi kewajibanku, saya ini dokter hewan”
Pembicaraan
mereka berlanjut sampai siang hari, mereka mencoba saling mengenal. Lelaki
penolong itu bernama Galih, dia seorang dokter hewan yang tampan. Parasnya
dewasa dan di sekitar pipinya ditumbuhi jambang tipis. Pantas saja dia bisa
dengan telaten merawatku hingga sembuh tetapi ada yang ganjil dari tatapan
Galih terhadap Andin, Galih terlihat tertarik pada Andin.
Hari-hari telah
berlalu. Ini tepat 8 bulan kepergian Bono. Aku begitu merindukannya. Setiap
malam aku selalu termenung memikirkannya disana. Apa dia merindukanku seperti
aku merindukannya?. Hubunganku dengan Andin sebetulnya semakin membaik, aku
menyerah dengan keadaanku. Aku tak mau melarikan diri lagi, demi Bono aku
bertahan di rumah ini. Memang sih Andin memperlakukanku seperti adik kecilnya,
dulu setiap harinya aku tidur di kandang atau di taman tapi semenjak aku
melarikan diri, Andin memperbolehkanku untuk tidur dikamarnya, bahkan Andin
sengaja membelikanku tempat tidur istimewa untukku. Kini aku tahu mengapa Bono
sangat mencintai Andin, dia keibuan. Sebetulnya dia itu cantik sih, hanya tinggal
direnovasi di salon saja.
Selain hubunganku
dengan Andin semakin membaik, semakin lama Galih si dokter hewan itupun semakin
dekat dengan Andin, dia jadi sering menyambangi rumah Andien dengan alasan
ingin menengokku. Entah mengapa aku jadi tidak menyukai lelaki ini. Hampir satu
minggu sekali Galih bertemu Andin. Kadang mereka hanya mengobrol di rumah,
mengajakku jalan-jalan sore atau mereka pergi berdua dan akupun tak tahu apa
yang mereka lakukan dan bicarakan. Apa yang akan terjadi jika Bono mengetahui
ini?. Aku harus mencegahnya, walau bagaimanapun juga Andin adalah orang yang
dicintai Bono. Aku tak mau Bono tersakiti.
Memang Andin akrab
dengan banyak lelaki tetapi mereka teman-teman Andin, kalaupun datang ke rumah
hanya untuk mengerjakan tugas namun aku selalu mengawasinya, kalau sampai ada
lelaki yang berbuat macam-macam pada Andin, aku akan menggonggong dan akan
menggigitnya.
Suatu sore Andin
mengajakku ke petshop untuk memandikanku dan ini hal yang paling menyenangkan
bagiku. Tiba-tiba saja good mood-ku
hilang, seorang lelaki berperawakan tinggi menghampiri Andin, tak lain itu
adalah Galih. Apa yang dia lakukan disini? Seketika aku yang baru saja
dimandikan dan belum kering pula bulu-buluku, aku langsung berlari dan melompat
menggonggong ke arah Galih. Aku tak suka dia ada disini.
“Jecky….Jecky…gak boleh
gitu! Jecky diam! JECKY!!!” Andin marah sambil melototi aku. Baru kali ini
Andin marah padaku. Akupun langsung terdiam dan tertunduk lesu tapi mengapa aku
jadi sedih seperti ini? Rasanya seperti Bono yang memarahiku.
Ternyata Galih datang
untuk menjemputku dan Andin pulang. Saat diperjalanan pulang jalanan macet dan
hujan begitu deras. Aku yang duduk dibelakang sendirian hanya bisa mendengarkan
mereka berbincang dan mereka tampak semakin akrab, sambil sedikit mengantuk aku
mendengar pembicaraan mereka.
“Maaf ya tadi Jecky
gonggongin kamu kaya gitu” Andin memulai pembicaraan.
“Iya ga apa-apa kok,
mungkin itu tandanya Jecky cemburu liat aku datang jemput kamu” Jawab Galih
“Hahaha…Oh iya maaf
juga ya jadi ngerepotin kamu jemput aku sama Jecky”
“Ga usah minta maaf
juga Din, gak ngerepotin kok lagian sekalian lewat jalan pulang ke rumah” Andin
hanya membalas dengan senyuman.
Saat jalanan macet
panjang dan tak ada satupun kendaraan yang bisa bergerak sedikitpun, hujan
semakin deras disertai kilat menggelegar.
“Andin…” tiba-tiba saja
Galih meraih dan memegang jemari Andin “Sudah hampir 8 bulan kita dekat seperti
ini, waktu yang cukup untuk aku mengenalmu lebih dekat, menurutku ini waktu
yang tepat dan usia akupun sudah cukup untuk menjalani hubungan serius. Kamupun
hanya tinggal 4 bulan lagi untuk wisuda, sekarang aku sudah menemukan siapa
wanita yang tepat untukku. Aku mencintaimu, aku menyayangimu dan aku ingin kamu
menjalani hubungan istimewa ini denganku. Maukah kamu menjadi pendampingmu
hidupku nanti?” Galih menyatakan cinta dan sekaligus langsung melamar Andin
sambil membuka kotak perhiasan kecil yang didalamnya ada sebuah cincin yang
terlihat mewah. Aku yang sedang mengantukpun tiba-tiba saja terbangun mendengar
semua itu, aku yang tidak terima melihat kejadian itu, akupun langsung
menggonggong ke arah Galih, sebisa mungkin aku mengonggong sekencang mungkin
dan aku menggingit lengan Galih.
Keadaan malam itu jadi
kacau. Andin terlihat sangat marah padaku sekaligus kebinggungan entah harus
berbuat apa. Belum juga Andin menjawab pernyataan cinta Galih, dengan hujan
deras Andin panik dan keluar dari mobil dan membawaku keluar dari mobil.
Leherku diikat kencang dan Andin entah membawaku kemana. Galih memanggil Andin,
namun Andin seperti tidak mendengar suara apapun. Andin tidak peduli dengan
hujan deras yang mengguyurnya, dia sedikit berlari kecil seperti takut Galih
mengejarnya.
Dengan berlari cukup
kencang dan basah kuyup aku dan Andin tiba di sebuah minimarket 24 jam. Aku
lelah begitu pula dengan Andin, nafasnya terengah-engah sambil iba menatapku.
Andin mecoba tersenyum pada aku yang tertunduk kelelahan, dia membelikanku air
putih dan camilan keripik kentang kesukaanku. Di malam yang dingin itu kami
hanya duduk berdua di bangku teras minimarket sambil menatap hujan, tak ada
satu orangpun disini. Aku mencoba menghibur Andin yang terlihat meneteskan air
matanya dengan bersikap manis dan
menjilati tangannya, berharap dia akan tersenyum dan mengatakan sesuatu.
“Jecky, berapa bulan
lagi ya Bono pulang? Aku sudah mulai capek menunggunya tanpa kabar darinya
sedkitpun, Bono masih ingat sama kita gak ya? Hmm…Aku tahu kamu gak suka aku
dekat dengan Galih, tenang aja Jecky aku gak akan mungkin khianatin Bono,
kalaupun aku dekat dengannya aku hanya menganggapnya teman, mungkin Galihnya
aja tuh yang kegeeran” Andin mulai tersenyum, dia berbicara padaku seolah-olah
dia mengerti apa yang aku rasakan. Aku hanya bisa membalasanya dengan
gonggongan. Gonggongan manis.
Andai saja aku bisa
berbicara menggunakan bahasa manusia aku ingin mengatakan terimakasih pada
Andin sudah bersabar menjaga dan menyayangiku padahal awalnya aku sangat tidak
menyukainya dan yang tak aku sangka, Andin tidak mengkhianati Bono meski ada
lelaki yang segalanya jauh lebih baik dari Bono dan aku sadar itu.
Setelah kejadian itu, Andin tak pernah lagi
bertemu Galih, yang aku tahu mereka berbincang di telepon, Andin mengatakan
keadaan sejujurnya bahwa dia sedang menanti seseorang yang dicintainya. Aku dan
Andin sudah seperti aku dan Bono, memang butuh waktu berbulan-bulan untuk dekat
dan menyayangi Andin seperti aku menyayangi Bono. Betapa indahnya hidupku.
Sekarang sudah
menginjak bulan April dan tinggal beberapa minggu lagi Bono pulang. Aku sangat
rindu padanya, apa dia benar-benar akan pulang menemui aku dan Andin? Aku tak
yakin, dia tak pernah memberi kabar pada Andin hingga sampai saat ini tapi
untuk persiapan menyambut Bono pulang, aku ingin sekali mengajak Andin ke salon
untuk mempercantik diri tapi bagaimana caranya? Padahal sekarang Andin terlihat
lebih kurus, namanya juga ditinggal pacar ya pasti galau tuh Andin tapi itu
sudah menjadi modal awal agar dia bisa terlihat lebih cantik.
Suatu hari Andin
mengajakku jalan-jalan pagi keliling komplek dan di ruko depan komplek ada
sebuah salon tapi aku tak tahu salon itu bagus atau tidak. Saat Andin lengah
memegang tali kekangku, akupun lari dengan kencang ke arah salon, mau tidak mau
Andin mengikuti aku berlari.
“Hhhh…salon? Mau apa
kamu Jecky kamu mengajak aku kesini” Andin mencoba berbicara dengan nafas yg
terengah-engah kelelahan.
Aku membalas dengan
menggonggong mengisyaratkan bahwa aku ingin kamu masuk ke salon ini Andin
dengan rasa aneh dan terpaksa melihat aku yang mendorong-dorong Andin dengan
kepalaku, diapun masuk ke dalam salon.
“Silahkan, mau
dipotong? Creambath? Hairspa? Lulur say?” seorang lelaki
kemayu menyambut kedatangan aku dan Andin.
“Euh…hmm..apa ya?”
Andin sepertinya mulai mengerti apa yang ingin aku katakan. Dia bercermin dan
melihat dirinya yang sudah lama tidak mempercantik diri. “Oh iya ini mas aku
mau potong rambut tapi di layer aja
sih panjangnya jangan dipotong ya”
“Jangan panggil mas
dong, panggil aja mba hehe” “sekarang kita lagi ada promo loh say, sekalian aja
cuci+potong+blow+colouring+hairmask+facial+lulur
cuma 200 ribu aja, mau ya say, lumayan loh ini promonya cuma sampai akhir bulan
ini aja”
“Waduh gimana ya, kalo colouring sih aku gak berani, lagian aku
juga ga bawa uang segitu mba, Cuma bawa Rp.45.000.”
“Mba rumahnya di deket
sini kan? Yo wes gak apa-apa toh kalo kasbon dulu, nanti kesini lagi
aja say, kalau colouring nanti aku
pilihin warna coklat gelap aja, cocok sama kulit kamu say”
“Hmm..iya boleh deh mba,
oh iya ini anjing aku gak apa-apa kan kalo nunggu di dalam?”
“Iya gak apa-apa say,
asal jangan berak di tempat keramas aja hahaha”
Akhirnya Andin
mengambil promo tersebut dengan sedikit kebingungan, keterpaksaan dan
kepasrahaan. Aku menunggu Andin di lantai salon. Cukup lama aku menunggunya
sampai-sampai aku ketiduran dan wow! Andin berubah. Andin cocok dengan gaya
rambut barunya ini. Bono pasti pangling
lihat perubahan Andin.
“Jecky, aku gak pede
nih dengan rambut kaya gini. Bono bakalan suka gak ya?” Andin berbicara sambil
mengelus kepalaku. Lagi-lagi aku hanya bisa menjawab dengan gonggongan. Aku
harap Andin mengerti apa yang aku maksud bahwa aku menyukai perubahannya. Andin
semakin cantik.
Bono tak mengatakan
kapan tanggal yang tepat dia akan pulang. Selama 1 tahun inipun dia tak pernah
memberi kabar padaku dan Andin. Ini tanggal 21 Mei 2012. Tepat 1 tahun Bono
meninggalkan Andin dan hari inipun Andin wisuda untuk mendapatkan gelar sarjana
teknik industri.
Sejak tadi subuh Andin
sudah membenah diri dengan kebaya berwarna biru tosca juga tak lupa dengan
konde modern yang bertengger menghiasi kepalanya. Andin terlihat berbeda, ia
cantik sekali namun air mukanya menunjukkan ada suatu kesedihan. Bono tak bisa mendampingi
Andin wisuda. Andin hanya didampingi kedua orangtuanya. Andai saja aku bisa
sehari saja menjadi manusia, aku akan ikut mendampingi Andin wisuda.
Seharian lamanya aku
ditinggalkan di rumah sendirian. Keluarga ini pulang pukul 5 sore dan meski Andin
telah berwisuda tetapi wajah Andin semakin kusut. Aku datang ke kamar Andin dan
sungguh aku tak tega melihatnya, Andin menangis. Air mata terjatuh menuruni
pipi merah Andin. Aku berusaha menghiburnya. Aku ikut menemani Andin yang
menangis tertelungkup di atas kasur yang masih lengkap dengan make-up juga
kebaya yang masih menempel dibadannya.
“Jecky, kenapa Bono gak
nepatin janjinya? Padahal aku sudah mengirim email padanya kalau hari ini aku
wisuda tapi boro-boro dia datang,
membalas emailku saja engga” Andin mencoba berbicara sambil mengelus kepalaku.
Aku tertegun
mendengarnya. Aku ingin menagis. Dimana kamu berada tuan majikanku? Nyonya
majikan merindukanmu. Aku juga.
TOK..TOK..TOK!!!
Terdengar suara ketukan
pintu keras sekali. Siapa yang mengetuk pintu malam hari begini. Waktu sudah
menunjukkan pukul 1 malam. Aku yang ikut tertidur bersama Andin mencoba
membangunkan Andin dengan menjilati tangannya.
“Jecky, ada apa? Aku
ngantuk. Aku capek” Andin berbicara dengan mata yang masih tertutup.
Kembali ketukan pintu
itu terdengar berulang-ulang dan cukup keras.
“Siapa? Aku ngantuk nih
ah” masih dengan mata tertutup.
Tak ada suara dari
balik pintu dan ketukan pintu semakin keras. Andin membuka pintu dengan kesal
juga masih dengan rambut berantakan, make-up tak karuan juga kebaya yang masih
betah menempel di badan Andin.
“Apa sih? Aku ini
capek. Besok lagi aja mah kalau mau ngembaliin kebaya” Andin membuka pintu
kamar dengan setengah sadar.
Dan…
“HAPPY GRADUATION SAYANG!!!”
“Bono???” Andin sangat
terkejut. Ia mencubiti tangannya sendiri dan ia sadar ternyata ini nyata.
Pangerannya telah datang menjemputnya dan ini bukan mimpi.
Tanpa berkata apapun
lagi, Bono langsung memeluk Andin dengan Erat. Bono menangis. Andin juga
menangis. Aku juga ikut menangis terharu melihat mereka berdua. Mereka
berpelukan sangat lama.
“Jecky, come on my boy” Bono ternyata masih
ingat aku. Bono juga memelukku seperti ia memeluk saudaranya sendiri. Bono
semakin gemuk hingga aku sulit bernapas dipeluknya. Penampilannya ikut berubah,
ia tampak lebih rapih dan kini dia tak berambut. Botak.
Pukul 2 pagi aku, Andin
juga Bono duduk di serambi taman belakang rumah. Kami menghabiskan sisa malam
bersama. Aku yang sangat merindukannya tertidur dengan posisi yang sangat manja
di atas paha gemuknya Bono. Andin tak henti-hentinya memukul-mukul lengan Bono,
ia kesal karena Bono tak datang saat ia wisuda.
“Kamu kenapa sih gak
datang sebelum wisuda aja? Kenapa harus jam segini datangnya? Aku kan masih
berantakan. Terus kenapa kamu bisa masuk ke rumah aku jam segini? Oh iya kenapa
kamu ga pernah kasih aku kabar sih selama setahun ini? Menghilang gitu aja.
Terus itu kenapa rambut kamu jadi botak?” Andin tidak hentinya menghujam Bono
dengan cercaan berbagai macam pertanyaan.
“Kamu ko jadi cerewet
sih sekarang? Begini, kenapa aku datang jam segini. Aku sebelumnya sangat minta
maaf sama kamu sayang, pesawatku delay karena cuaca buruk padahal sudah rencana
sama orangtuamu aku mau datang ke kampus buat dampingin kamu wisuda jadi aku
baru bisa datang jam segini. Lihat, barang-barang bawaan akupun masih disini
dan aku belum pulang ke rumah” Aku dan Andin menyimak dengan serius penjelasan
Bono. ”Lalu, kenapa aku gak pernah kasih kamu kabar, itu karena aku gak mau
mengganggu kamu skripsi dan aku gak mau ikut terbebani menunggu aku pulang dan
kenapa rambutku sekarang jadi botak? Karena di Singapur itu rambut botak lagi
ngetrend.” Jawab Bono santai dengan
percaya diri. Percaya diri dengan kepala yang tak berambut.
Andin bengong mendengar
semua penjelasan Bono.
“Tapi kamu pernah
mikirin perasaan aku? Kamu tuh pernah mikirin apa yang terjadi sama Jecky
selama ini sih? Terus memangnya kamu gak takut aku berpaling laki-laki lain?
Atau jangan-jangan kamu yang sudah punya pacar disana? Atau mungkin kam..” telunjuk
Bono menutup mulut Andin yang terus berbicara. Bono mengelus tangan Andin
“Terimakasih banyak
kamu sudah menjaga Jecky dengan baik dan aku bahagia, akhirnya Jecky bisa
bersahabat dengan kamu sayang” “Aku percaya sama kamu, apapun yang terjadi,
kamu pasti bakal kembali sama aku”
Andin kembali tertegun
dan terlihat sedang menahan tangis.
“Oh iya sayang, ini
oleh-oleh buat kamu, coba buka deh”
“Ini isinya apa? Ko
gede banget?”
“Gak usah banyak
komentar, coba buka pelan-pelan”
Andin membuka sebuah
kotak berukuran kardus televise 14” yang dibungkus dengan kertas kado berwarna
marun. Isi kotak itu berlapis-lapis. Ada 5 kotak di dalamnya yang harus Andin
buka perlahan”
“Sayang, ko gak
habis-habis ini kotak? Memangnya kamu bawa oleh-oleh apa sih?”
“Kamu cerewet ya!” Bono
mencubit pipi Andin dengan gemas.
Kotak terakhir, masih
dengan dibungkur kertas berwarna marun dan Andin perlahan membuka sebuah buku
yang berbentuk seperti majalah dan setiap lembaran berisikan foto-foto mereka
dari awal bertemu hingga terakhir pertemuan mereka. Tentu saja ada fotoku juga.
Bukan hanya lembaran foto tetapi juga ada lembaran ‘diary’ Bono tentang
hubungannya dengan Andin yang berbentuk seperti cerbung (cerita bersambung).
Air mata Andin tak
terbendung lagi, Andin menangis hingga matanya sembab tak karuan.
“Jangan nangis gitu
dong sayang” Bono mengusap air mata Andin
“Terimakasih banyak
untuk semuanya sayang, ternyata penantian aku selama ini gak sia-sia.”
“Buka halaman
terakhirnya dulu”
Di halaman terakhir
buku itu terdapat rangkaian kata maukah
kau menikah denganku? Bukalah kotak terkecil untuk menjawabnya. Tanpa
berkata Andin langsung mencari kotak terkecil tersebut. Kotak tersebut berisi 2
kalung untukku. Kalung yang satu berwarna merah dengan gantungan berukiran
namaku ‘Jecky’ dan kalung yang satu lagi berwarna hitam dengan gantungan tak
berukiran.
“Jika kamu jawab iya,
kalungkan yang berwarnah merah pada Jecky. Jika tidak, kalungkan yang warna
hitam”
Belum pula Andin
menjawab dia akan memberikanku kalung yang mana, dengan sigap tanpa membuang
waktu aku langsung menggigit kalung berwarna merah, mengisyaratkan pada mereka
bahwa aku siap memiliki nyonya majikan yang sangat setia untuk tuan majikanku
yang sangat mencintainya.
“Aku cinta kamu”
Reslyana Malida
Bandung,
Desember 2011 – 9 Mei 2012